Sabtu, 12 Desember 2009

Bolehkah Kita Toleransi Dan Kerja Sama Dakwah Dengan Jama'ah-Jama'ah Islam Yang Berbeda Manhaj ?

Oleh
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Ilmiyah Wal Ifta



Pertanyaan
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Bertolak dari firman Allah :

“Dan tolong menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” [Al-Ma’idah : 2]

Dikatakan bahwa wajib bekerjasama dengan setiap jama’ah-jama’ah Islam, walaupun berbeda-beda dalam manhaj dan cara dakwah mereka, seperti Jama’ah Tabligh cara dakwahnya berbeda dengan cara dakwah Ikhwanul Muslimin, atau Hizbut Tahrir, atau Jama’ah Jihad, atau Salafiyyin, bagaimana kaidah dalam kerjasama ini ? Apakah dibatasi dalam hal partisipasi dalam muktamar-muktamar dan seminar-seminar ? Apa yang akan diarahkan dalam dakwah kepada selian kaum muslimin karena disana banyak kekaburan bagi orang-orang yang baru masuk Islam ? Karena sesungguhnya masing-masing jama’ah akan membawa orang-orang baru ini ke markaz-markaz mereka, dan kepada ulama-ulama mereka sehingga orang-orang baru ini berada dalam kebingungan? Bagaimana solusi permasalahan ini ?

Jawaban
Yang wajib adalah bekerja sama dengan jama’ah-jama’ah yang berjalan di atas manhaj Kitab dan Sunnah dan apa yang ditempuh oleh Salaful Ummah, di dalam berdakwah kepada tauhidullah, mengikhlaskan ibadah semata-mata kepadanya, melarang dari kesyirikan, bid’ah, dan kemakshiatan, serta menasehati jama’ah-jama’ah yang menyeleweng tersebut dari manhaj yang benar, jika jama’ah-jama’ah tersebut kembali kepada kebenaran, maka boleh bekerja sama dengannya, jika mereka berketatapan hati untuk terus dalam penyelewengan ; maka wajib dijauhi, dan berpegang teguh dengan Kitab dan Sunnah. Dan kerja sama dengan jama’ah-jama’ah yang berpegang teguh dengan Kitab dan Sunnah, adalah dalam segala hal yang mengandung kebaikan dan ketaqwaan, dalam hal pertemuan-pertemuan, muktamar-muktamar, taklim-taklim, ceramah-ceramah, dan segala hal yang bermanfaat kepada Islam dan kaum muslimin.


[2]. Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Beliau rahimahullah berkata : “Benar, kita wajib bekerja sama dalam hal yang kita sepakati dalam hal membela kebenaran, mendakwahkannya, dan memperingatkan umat dari apa yang dilarang oleh Allah dan RasulNya, adapun jika sebagian dari kita toleransi dengan sebagian yang lainnya dari apa yang kita perselisihkan, maka ini tidaklah mutlak, bahkan ini butuh kepada perincian, jika hal itu merupakan masalah-masalah ijtihad yang tersembunyi dalilnya, maka yang wajib tidak boleh saling mengingkari pada masalah-masalah tersebut, adapun permasalahan-permasalahan yang menyelisihi nash Kitab dan Sunnah, maka yang wajib mengingkari siapa saja yang menyelisihi nash dengan hikmah, mau’izoh hasanah, dan debat dengan cara yang baik, sebagai pengamalan firman Allah.

“Artinya : Dan tolong menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” [Al-Maidah : 2]

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar” [At-Taubah : 71]

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhamnu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” [An-Nahl : 125]

Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaknya dia mengubah dengan tangannya, kalau tidak mampu maka dengan lisannya, dan kalau tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman” [Hadits Riwayat Muslim 49, Ahmad 3/10, Abu Dawud 1140, Tirmidzi 2172]

Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Artinya : Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan maka dia mendapat pahala orang yang melakukan kebaikan tersebut” [Hadits Riwayat Muslim 1893]

Ayat-ayat dan hadits-hadits dalam masalah ini banyak sekali.

[Majmu Fatawa Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz 3/58-59]


[3]. Fadhilatusy Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, “Perkataan mereka, ‘Kita bersatu pada apa yang kita sepakati’ adalah haq, adapun perkataan mereka, ‘Kita saling toleransi pada apa yang kita perselisihkan’, maka ini perlu perincian. Pada hal-hal yang dibolehkan ijtihad padanya, maka kita saling toleransi, tetapi hati-hati kita tidak boleh berselisih dengan sebab perselisihan ini. Adapun jika permasalahan itu tidak dibolehkan ijtihad padanya, maka kita tidak boleh toleransi pada siapa saja yang menyelisihinya, dan wajib atasnya untuk tunduk kepada kebenaran. Maka bagian awal dari ibarat kaidah ini shahih, adapun bagian akhirnya butuh kepada perincian”

[Shohwah Islamiyyah Dhawabith Wa Taujihat, 1/218-219]


[4]. Syaikh Al-Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albaany

Beliau mengkritik kaidah ini dengan mengatakan : “Para pemakai kaidah ini adalah orang-orang yang pertama kali menyelesihi kaidah ini, kami tidak syak (ragu) sama sekali bahwa bagian awal kalimat ini adalah benar, yaitu “Kita bekerjamasama pada apa yang kita sepakati”. Kalimat ini adalah petikan dari firman Allah.

Artinya : Dan tolong menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” [Al-Maidah : 2]

Adapun bagian akhir kalimat ini yaitu, ‘Kita saling toleransi pada apa yang kita perselisihkan’, maka harus diberi batasan.,,,. Kapan hal ini dilakukan ? Ketika kita saling menasehati, kita katakan kepada seorang yang berbuat kesalahan, “Engkau keliru, dalilnya ini dan itu, ketika kita melihat dia belum puas, dan dia ikhlas, maka kita tinggalkan dia pada keadaannya, dan kita bekerja sama dengannya pada apa yang kita sepakati bersamanya. Adapun jika kita melihat dia keras kepala, sombong, dan berpaling, maka pada saat itu tidak benar ibarat ini, tidak boleh kita saling toleransi pada apa yang kita perselisihkan”.

[Majalah Al-Furqon, Kuwait, edisi 77 halaman 22]

[Disalin dari Majalah Al-Furqon, edisi 5 Tahun IV halaman 26-27, Diterbitkan Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jawa Timur]