Sabtu, 12 Juni 2010

Bolehkah Kita Demonstarsi?

Tentu kita tidak asing lagi ketika mendengar istilah “demonstrasi”, atau dikenal juga dengan istilah “aksi” di kalangan orang-orang yang katanya ‘aktivis’. Hampir setiap isu dan permasalahan yang terjadi di negeri kita ini selalu disambut dengan aksi demonstrasi. Sebagian saudara kita yang bersemangat untuk menegakkan syari’at islam malah menjustifikasi perbuatan demonstrasi dengan menggunakan hadits “Jihad yang paling utama adalah mengatakan ucapan yang haq di hadapan penguasa yang dzolim”. Sungguh, mereka telah salah kaprah dalam memahami hadits tersebut, dan lihat saja… akibatnya sangat fatal!, begitulah jika amal perbuatan yang tanpa dilandasi ilmu terlebih dahulu…

Judul Asli: Ingkarul Mungkar Kepada Penguasa
Penulis: Abu Nu’aim Al atsari
Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi 2 tahun II

Urgensi amar ma’ruf nahi mungkar
Amar ma’ruf nahi mungkar adalah merupakan masalah mendasar dalam dienul Islam. Sebab dengan dilaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar, kemaslahatan akan tercipta dan menyebar dalam masyarakat. Sebaliknya, jika tidak dilaksanakan atau bahkan dikekang, kebatilan akan muncul dan memasyarakat. Tetapi tidak sebatas itu, Alloh akan menimpakan adzab secara merata, menimpa orang yang baik atau orang yang jahat. Jelas kiranya bahwa amar ma’ruf nahi mungkar adalah perkara yang sangat penting. (lebih jelasnya lihat edisi 7, 8 dan 9). Namun sebagai tanbih, saya akan nukilkan dua dalil berikut:
Dan peliharalah dirimu daripada siksaaan yang tidak khusus menimpa orang-orag yang dhalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Alloh amat keras siksaan-Nya”. (Al Anfal: 25).

Ibnu Katsir menafsirkan: “Alloh memperingatkan para hamba-Nya yang beriman tentang ujian dan cobaan yang tidak hanya menimpa pelaku maksiat dan orang yang berbuat dosa saja, bahkan akan menimpa semua orang tanpa bisa dicegah dan dihilangkan”. (Tafsir Al Qur’anil ‘Adzim, 2/274).
Ketika mengomentari hadits Abu Sa’id Al Khudri, Imam Nawawi berkata: “Ini adalah perkara yag besar. Sebab merupakan landasan tegaknya perkara yang mendasar dan hal-hal yang menopangnya. Jika kemaksiatan melanda maka siksa akan menimpa semua orang, baik yang sholih atau yang durhaka. Dan jika perbuatan orang yang aniaya tidak dicegah maka nyaris saja Alloh akan meratakan adzab pada semua orang. Alloh berfirman (artinya): “maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rosul takut akan ditimpa adzab yang pedih. (24: 63).
Maka orang-orang yang mencari (pahala) akherat dan ridho Alloh hendaknya memperhatikan perkara ini, sebab manfaatnya sangat besar”. (Syarh Muslim 1/226).
Rosululloh shollallahu’alaihiwasallam bersabda yang artinya:
Permisalan antara orang yang menegakkan hukum-hukum Alloh dengan melaggarnya seperti suatu kaum yang menaiki perahu, sebagiannya berada di geladak atas dan sebagian yang lain berada di geladak bawah. Jika orang-orang yang berada di geladak bawah kehausan meereka harus melewati orang yang diatasnya, karena itu mereka mengatakan: “Kita lubangi saja perahu ini, kita tidak akan mengganggu orang yang di atas kita”. Bila orang yang di atas membiarkan, tidak mau menegurnya maka akan tenggelam semuanya. Namun jika mereka menghalanginya maka akan selama semuanya”. (HR. Bukhori 2493, Tirmidzi 1544, Ahmad 9540).

Metode ingkarul mungkar kepada penguasa
Menilik urgensi amar ma’ruf nahi mungkar di muka, sudah semestinya bila amalan mulia ini harus selalu ditegakkan dan digalakkkan, tidak terkecuali kepada penguasa. Apalagi penguasa adalah pengemban amanat yang teramat berat, menangani urusan rakyat dan dipertanggungjawabkan di hadapan Alloh kelak. Selain dia adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, Rosululloh shollallahu’alaihiwasallam bersabda:
Jihad yang paling utama adalah mengatakan ucapan yanng haq di hadapan penguasa yang dzolim. (HR. Tirmidzi: 222174, Ibnu Majah: 4010, Ahmad: 11159. Dihasankan oleh Tirmidzi dan dishohihkan oleh Al Albani).
Namun, ingkarul mungkar kepada penguasa mempunyai kaidah-kaidah tersendiri. Selain sebab-sebab diatas, juga mengandung implikasi yang begitu banyak dan berbahaya yang akan diterangkan nanti, insyaAlloh.
- Secara lemah lembut dan tidak terang-terangan
Imam Ibnu Abi Ashhim dalam kitabnya As Sunnah membuat bab “bagaimana cara menasehati penguasa” kemudian memaparkan hadits dengan sanadnya. Rosulullah shollallahu’alaihiwasallam bersabda:
Barangsiapa ingin menasehati pemimpin, jangan secara terbuka. Tetapi ajaklah menyepi. Jika dia menerima, itulah yang diharapkan. Jika tidak, berarti dia telah menunaikan kewajibannya”. (no. 1096, 1097 dan 1098 dishohihkan oleh Al Albani dalam Dzilalul Jannah fi Takhrijis Sunnah. Diriwayatkan pula oleh Thobroni dalam Musnad Syamiyyin 976).
Syaikh Abdussalam bin Barjas mengatakan: “Hadits ini merupakan di sir-kan (dirahasiakan) nasehat kepada penguassa. Jika seseorang telah menempuh cara ini berarti dia telah terlepas dari akibat yang timbul di kemudian hari”. (Mu’amaltul Hukkam, hal: 55).
Sekarang kita cermati penerapan sahabat terhadap hadits ini. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad 3/403-404: ‘Iyadh bin Ghonim mencambuki penguasa desa tatkala ditaklukkan. Namun Hisyam bin Hakim memprotes keras, membuat ‘Iyadh marah. Hal ini berlangsung beberapa malam. Lalu Hisyam datang kepada ‘Iyadh dan mengajukan alasan, Hisyam berkata kepada ‘Iyadh: “Tidakkah engkau mendengar sabda Nabi shollallahu’alaihiwasallam:
Sesungguhnya termasuk orang yang palig pedih siksaanya (pada hari kamat) adalah orang yang paling keras menyiksa manusia di dunia”.
‘Iyadh bin Ghunmin menjawab: “Wahai Hisyam bin Hakim, kami telah mendengar apa yang kamu dengar, melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidakkah engkau mendengar Rasullullah shollallahu’alaihiwasallam bersabda:
Wahai Hisyam… Kamu lancang bertindak kurang ajar kepada penguasa. Tidakkah engkau merasa takut jika penguasa membunuhmu lalu engkau disebut sebagai orang yang dibunuh oleh penguasa (wali) Alloh”.
Perhatikan pula sikap Abdulloh bin Umar terhadap Al Hajjaj bin Yusuf As Saqofi, gubernur Irak ini dikenal sebagai penguasa yang dholim, represif, gampang membunuh orang, termasuk para ulama diantaranya Said bin Jubair dan akhirnya membunuh Abdulloh bin Zubair di Makkah. Namun Abdulloh bin Umar tidak mencabut bai’atnya dan tidak pula menghasut manusia untuk demonstrasi menentang Al Hajjaj. Sikap serupa juga ditunjukkan oleh para tabi’in ketika itu seperti Sa’id bin Al Musayyid, Al Hasan Al Bashri, Muhammad bin Sirin, Ibrohim Aat Tamimi dan selainnya. (Lihat Durorus Saniyyah fi Ajwibatin Najdiyyah, Abdul Latif bin Abdurrohman, 7/177-178).
Ibnu Katsir merekam dalam Bidayah wa Nihayah 8/232: “Penduduk Madinah membangkang kepada Yazid bin Mu’awiyah dengan pimpinan Abdulloh bin Muthi’. Karena tersiar kabar bahwa Yazid sering menenggak khomr (minuman keras) dan sebagainya. Namun Abdulloh bin Umar dan Ahlu bait Nabi tetap taat kepada Alloh dan Rosul-Nya, saya mendengar Rosululloh shollallahu’alaihiwasallam bersabda:
Sesungguhnya setiap kelompok pada hari kiamat mempunyai bendera, lalu akan dipanggil: ‘ini adalah kelompok fulan’”. (Muslim no: 1735).
Imam Bukhori memuat dalam shohihnya (7568), Az Zubair bin Adi berkata: “Kami mendatangi Anas bin Malik dan mengadukan perbuatan Al-Hajjaj, Anas menjawab: Kalian harus sabar. Sebab, tidaklah datang suatu masa kepada kalian melainkan akan lebih jelek dari masa sebelumnya hingga kalian menemui Robb kalian. Saya mendengar ucapan itu dari nabi kalian”.
Ibnu Rojab dalam Jami’ul Ulum wal Hikam 1/225 menuturkan: Ibnu Abbas ditanya tentang amar ma’ruf dan nahi mungkar kepada penguasa, jawabnya: Jika kamu memang harus melakukannya, maka lakukan antara kamu dan dia saja”.
Bukhori dan Muslim menyebutkan dalam kedua shohihnya, bahwa Usamah bin Zaid ditanya: “Tidakkah engkau menemui Utsman dan menasihatinya?”. Jawab Usamah: “Apakah engkau menganggap bahwa saya tidak menasehati Utsman kecuali di hadapan kalian?! Demi Alloh saya telah menasihatinya empat mata. Saya tidak ingin menyebarkan perkara ini dan saya tidak ingin menjadi orang pertama yang menyebarkannya”. (Bukhori 6/330, 13/48 dan Muslim 4/229).
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengomentari hadits tersebut dalam Mukhtashor Shohih Muslim: “maksud ucapan Usamah adalah ingkarul mungkar kepada penguasa secara terbuka di depan khalayak ramai (Usamah bin Zaid tidak melakukan itu), sebab perbuatan ini akan berakibat fatal. Seperti yang dilakukan kepada Utsman, akibatnya beliau terbunuh”. (hadits no: 335).
Para ulama setelah generasi mereka juga bersikap sama. Kita lihat Imam Ahmad bin Hambal yang masyhur, seperti dikisahkan Ibnu Muflih dalam Al-Adab As-Syar’iyyah 1/195-196 dan Al Khollal dalam As Sunnah hal. 133. Kholifah waktu itu adalah Al Watsiq billah. Dia beserta jajarannya dari orang-orang Mu’tazillah mewajibkan kepada rakyat untuk meyakini bahwa Al Qur’an itu adalah makhluk. Bagi yang membangkang dikenai siksa dan penjara. Termasuk Imam Ahmad. Beliau mempertahankan pendiriannya bahwa Al Qur’an itu kalam Alloh. Akibatnya bisa diterka, beliau dipenjara dan disiksa. Hanbal menceritakan: “Para fuqoha berkumpul pada Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka berkata: “Masalah bertambah gawat –maksudnya dipropagandakannya faham pemakhlukan Al Qur’an dan selain itu, kami tidak menyenangi pemerintahannya”. Lalu Imam Ahmad berkata kepada mereka: “Kalian harus mengingkari itu dalam hati, jangan membangkang, jangan memporak-porandakan persatuan kaum muslimin, jangan tumpahkan darah kalian dan darah kaum muslimin, perhatikan akibat yang timbul, bersabarlah hingga orang-orang baik dapat hidup tenang dan terlepas dari orang yang dzolim, membangkang adalah tindakan salah, ini menyelisihi atsar. (salaf-pen).
Ibnu Muflih dalam Al Adab As Syar’iyyah 1/195-197 berkata: “Tidak boleh seorangpun mengingkari kemungkaran yang dilakukan penguasa kecuali hanya sekedar nasehat danpeeringatan terhadap akibat yang akan menimpanya di dunia dan akhirat. Metode ini adalah wajib. Sedang metode selain itu diharomkan. Hal ini dituturkan oleh Al Qodhi (Iyadh) dan yang lain. Ibnul Jauzi berkata: “Metode yang diperbolehkan dalam amar ma’ruf nahi mungkar kepada penguasa adalah menunjukkan kebaikan padanya dan menasehati. Adapun berkata kasar semisal: “Wahai Dzolim ! Wahai orang yang tak takut keepada Allah !” Jika hal itu dapat menyulut fitnah yang bisa menyeret orang lain maka metode ini dilarang. Namun jika ia berani menanggung akibatnya sendiri dan tidak berimbas pada orang lain maka boleh menurut pendapat jumhur ulama. “Lalu Ibnu Muflih menimpali: “Tapi menurut saya ini tidak diperbolehkan…”.
Dalam kitab Tanbihul Ghofilin ‘an A’malil Jahilin wa Tahdziris Salikin min Af’alil Halikin, Ibnu Nahhas berkata: “Menasehati penguasa lebih baik berdua saja dengannya ketimbang di hadapan khalayak ramai. Bahkan lebih ditekankan secara rahasia lalu menasehatinya, tanpa adanya orang ketiga”. (hal: 64).
Imam Syaukani berkata: “Seyogyanya bagi orang yang melihat kesalahan penguasa pada beberapa hal agar menasehatinya. Tetapi jangan mengkritik di depan khalayak ramai. Bahkan seharusnya kita melakukan seperti dalam hadits: pegang tangannya dan ajak menyepi lalu dinasehati. Jangan mencela penguasa (wakil) Alloh. Telah kukemukakan di depan dalam awal kitab Siyar bahwasanya tidak boleh membangkang kepada penguasa walaupun penguasa itu sangat dzolim (represif), selama dia masih menegakkan sholat dan tidak menampakkan kekufuran yang nyata. Hadits yang berkaitan dengan masalah ini telah mutawatir. Namun ketaatan rakyat hanya dalam ketaatan kepada Alloh. Bila dia berbuat maksiat jangan ditaati. Sebab tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada sang pencipta”. (Sailul Jaror 4/556).
Syaikh Abdul Aziz bin Bazz mengatakan: “Menyebarluaskan kesalahan penguasa dan menyiarkan di mimbar-mimbar bukanlah madzab salaf. Sebab akan mengakibatkan terjadinya kudeta, rakyat tidak lagi mentaati pengusa dalam perkara yang baik, dan pembangkangan yang hanya membuahkan kerusakan. Metode yang harus ditempuh menurut faham salaf adalah memberi nasehat empat mata, menulis surat, atau melalui para ulama, sehimgga mampu untuk memberi pengarahan kebaikan kepada penguasa. Pengingkaran ini sebaiknya tidak menyebut nama pelaku. Semisal mengingkari zina (baca: pelacuran – pen), minuman keras (miras) dan riba (renten-bank) cukup dengan mengingkarinya dan memperingatkan manusia agar waspada dan menjauhi, tanpa menyebut si pelaku”.
Tatkala muncul fitnah di zaman Utsman bin Affan, sebagian orang berkata kepada Usamah bin Zaid: “Tidakkah engkau mengingkari perbuatan Utsman?! Beliau menjawab “Apakah harus dilakukan di hadapan khalayak? Namun itu kulakukan antara aku dengannya saja, aku tidak ingin membuka pintu fitnah bagi manusia”.
Ketika manusia membuka pintu fitnah tersebut dan mereka mengingkari perbuatan Utsman secara terbuka, meratalah fitnah, pembunuhan dan kerusakan yang masih kita rasakan sampai saat ini. Akibatnya Utsman terbunuh dan terjadilah persengketaan antara Ali dan Mu’awiyah. Sehingga Ali pun terbunuh. Tidak hanya itu banyak sahabat Nabi yang terbunuh ketika itu. Semua itu akibat ingkarul mungkar dan penyebarluasan kesalahan penguasa, buntutnya mereka sampai membunuh penguasanya. Kita meminta keselamatan kepada Alloh dari semua ini. (Fatawa wa Risalah Syaikh bin Bazz, Bab Huququ Ro’iwar Ro’iyyah, hal 27-28).
Syaikh Muhammad bin Sholih bin Al Utsaimin juga memberikan statement yang sama, lalu berkata: “Jika pembicaraan itu sudah mengarah ke ghibah (menggunjing), menasehati namun dilakukan secara terbuka, dan menyebarluaskan kesalahan mereka –padahal itu termasuk penghinaan kepada mereka yang akan dibalasi Alloh secara setimpal- maka tak diragukan lagi, semua itu harus dilandasi atas kaidah yang telah kami sebutkan (maksud beliau adalah menasehati secara sembunyi dan yang semisal itu). Tetapi yang mengemban tugas ini adalah para ulama. Dimana mereka terbiasa berinteraksi dengan penguasa dan nasehat mereka akan diperhatikan. Akan sangat berbeda bila yang melakukan adalah yang selain mereka”. Lanjutnya: ’Sebab pengingkaran kepada penguasa secara terbuka tetapi bukan pada persoalan agama yang prinsipil, dan itu dilakukan di perayaan-perayaan, masjid-masjid, koran, majlis-majlis ta’lim dan tempat lainnya, semua itu sama sekali tidak dinamakan nasehat. Kalian jangan terkecoh dengan orang yang melakukan itu, walaupun kadang bermaksud baik. Lantaran menyelisihi metode salaf sholih, generasi panutan, Alloh lah yang memberi petunjuk kepada kalian.” (Maqosidul Islam. Hal: 393).
- Taat dalam perkara yang baik saja
Sebagaimana dikatakan oleh Imam As Syaukani di muka, apabila penguasa berbuat maksiat maka tidak boleh ditaati. Sebab ketaatan kepada mereka hanya dalam perkara yang baik. Namun juga tidak boleh memberontak, Rosululloh shollallahu’alaihiwasallam bersabda:
Wajib bagi setiap muslim untuk mendengar dan taat (kepada penguasa) terhadap apa yang dia sukai dan benci kecuali jika diperintah untuk berbuat maksiat maka tidak (boleh) mendengar dan taat. (HR. Bukhori 13/121, Muslim 3/1469)”.
Dalam Tuhfadzul Ahwadzi 5/365 Mubarokfuri berkata: “Jika penguasa memerintahkan perkara yang sunnah dan mubah maka wajib ditaati. Mengomentari hadits tersebut Al Mutohhar berkata: “Mendengar ucapan dan taat kepada penguasa adalah wajib bagi setiap muslim. Baik sesuai dengan keinginan atau tidak. Dengan syarat tidak memerintahkan berbuat maksiat. Jika penguasa memerintahkan berbuat maksiat maka tidak boleh mentaatinya. Namun juga tidak boleh memeranginya (kudeta)”.
Sabdanya:
Keta’atan itu hanyalah pada perkara yang baik. (HR. Bukhori: 7145).
- Tidak mengadakan kudeta
Rosululloh shollallahu’alaihiwasallam bersabda:
Akan muncul pemimpin yang memimpin kalian. Kalian mengenalnya dan mengingkarinya. Barangsiapa yang mengingkari (kemungkarannya) berarti dia telah terbebas (dari dosanya). Siapa yang membenci (perbuatannya), dia selamat. Tetapi dosa itu bagi yang rela dan mengikutinya. Mereka bertanya: ”Wahai Rosululloh, apakah kita tidak perangi saja?”. Jawab beliau: “Jangan! Selama dia masih melakukan sholat, selama dia masih sholat””.
Imam Nawawi berkata: “Bahwasanya tidak boleh memberontak hanya karena penguasa berbuat dholim dan kerusakan, selama dia tidak merubah syariat Islam yang prinsipil”. ( 4/552).
- Bila penguasa seorang kafir
Jabir bin Abdulloh berkata:
Rosululloh membai’at kami untuk mendengar dan taat, di saat kita semangat atau pun tidak, di saat susah atau lapang, dan ketika penguasa lebih mementingkan urusan dunianya ketimbang kita. Kita tidak boleh melihat padanya kekufuran yang jelas sedang kalian memiliki bukti”. (HR. Bukhori 7055 dan 7056, Muslim 1709).
Imam Nawawi mengatakan: “Makna hadits: kalian jangan mencopot kekuasaaan penguasa dan menentangnya hingga kalian melihat pada mereka kemungkaran nyata dalam perkara agama yang mendasar, jika kalian melihatnya, ingkarilah dan katakan kebenaran pada mereka. Adapun yang membangkang dan memerangi penguasa, walaupun mereka berbuat kemaksiatan yang besar, menurut ijma’ kaum muslimin diharomkan. Banyak sekali hadits yang menunjukkan yang saya sebutkan. Al Qodhi berkata: “Ulama telah bersepakat bahwa kekuasaan tidak sah bagi orang kafir. Maka jika seorang penguasa telah kafir, dia harus berhenti”. (lihat syarah Muslim 4/540, cetakan Darul Khoir).
Syaikh Doktor Sholih Al Fauzan berkata: “Adapun interaksi dengan penguasa kafir, maka berbeda-beda menurut kondisi dan situasi. Jika kaum muslimin mempunyai kekuatan dan kemampuan menggulingkanya dan menggantinya dengan seorang muslim maka diwajibkan. Karena ini termasuk jihad di jalan Alloh. Namun jika tidak mempunyai kekuatan jangan dilakukan sebab akan menimbulkan mudharat yang menimpa kaum muslimin”.
Itulah metode yang ditempuh para salaf sholih dan ulama sesudahnya dalam ingkarul mungkar terhadap penguasa. Metode mereka adalah adil dan seimbang. Berada di antara faham Khowarij, Mu’tazillah dan faham Rowafidh (syi’ah). Khowarij memandang boleh membangkang kepada penguasa jika mereka melakukan kemungkaran. Sebaliknya dengan Rowafidhh, mereka malah mengkultuskan para pemimpin mereka, sampai taraf tak tersentuh oleh kesalahan (‘ishmah). Adapun Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang mengingkari kemungkaran para penguasa adalah wajib, namun harus dilandasi dengan kaidah-kaidah syar’iyyah. Kaidah ini dibangun diatas sunnah yang shohih. Mereka justru menganjurkan agar rakyat mencintai pemimpinnya, dapat bekerja sama dengan penguasa dan berlaku sabar terhadap tindakan represif penguasa, namun tetap melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar kepada mereka secara tersembunyi. Sebab metode ynag ditempuh oleh kelompok-kelompok tersebut gholibnya akan memicu konsentrasi massa, tindakan anarkhis dan fitnah yang besar dan berkepanjangan.

Petikan wawancara majalah Al Furqon Kuwait dengan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.
Soal:
Bagaimana cara mengkompromikan antara sabda Nabi berikut:
Barangsiapa ingin menasehati pemimpin, jangan secara terbuka. Tetapi ajaklah menyepi. Jika dia menerima, itulah yang diharapkan. Jika tidak, berarti dia telah menunaikan kewajibannya”.
Dengan sabdanya yang lain:
Dan juga bai’at para shabat kepada Nabi serta ucapan mereka “kami akan mengatakan kebenaran dan kami tidak takut terhadap celaan pencela dalam menegakkan kebenaran”.
Jawab:
Persoalan ini –semoga Alloh memberkati kalian- seharusnya tidak boleh tersamar bagi kita. Bahwasanya tidak ada kontradiksi antara dua hadits tersebut. Sebab kontradiksi ini harus nampak jelas. Pada hadits pertama: apakah orang tadi menasehati pemerintah di depan khalayak ramai? tentu saja tidak. Kalau begitu dimana sisi pertentangannya?
Soal:
Sebagian orang mewajibkan menasehati pemerintah secara terang-terangan berdalih dengan peristiwa sejarah, seperti sikap Abu Hazim terhadap Sulaiman bin Abdul malik, Malik bin Dinar terhadap pemimpin Bashroh, Abu Muslim Al Khoulani terhadap Mu’awiyah bin Abu Sufyan, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terhadap Qothlobuq Al Kabir dan selainnya. Peristiwa sejarah ini tentu saja tidak boleh diabaikan, lalu bagaimana mungkin menasehati pemerintah itu harus secara rahasia?
Jawab:
Permasalahan ini dikembalikan pada perbedaan kondisi zaman. Hal ini serupa dengan masalah pemutusan hubungan, hajr (isolasi) dan ucapan yang kasar semisal …Alloh melaknatmu… dan selainnya. Hukum ini juga seiring dengan perkataan banyak Doktor -para Doktor akhir zaman-, hanya saja mereka menempatkan bukan pada tempatnya, dan banyak menyelewengkan nash-nash syar’i. Perkataan mereka yang dimaksud adalah “hukum itu berubah seiring dengan perubahan waktu dan tempat”.
Kita katakan “menerapkan perkataan ini secara sama rata adalah batil. Jika yang dimaksud adalah hukum-hukum yang boleh berijtihad padanya, lalu berdasarkan hukum-hukum tersebut, seorang mujtahid memperhatikan fenomena yang ada di zamannya kemudian menerapkan hukum yang sesuai dengan zamannya, maka ini diperbolehkan. Adapun hukum tentang harom, halal, riba, zina dan pencurian maka tidak berubah sampai hari kiamat. Sekarang kita katakan bahwa peristiwa sejarah di muka wajib kita ambil sebagai pelajaran yang memerintahkan kepada kebaikan dan yang diperingatkan. Keadaan mereka (orang-orang yang disebut dalam soal di atas) sangat berbeda dengan keadaan orang-orang itu dimana mereka menyangka bahwa sekedar bersinggungan dengan kebenaran berarti benar. Sedang orang-orang salaf itu sangat memperhatikan (faktor-faktor): keberadaan penguasa yang dinasehati dengan sikon yang melingkupinya. Adapun penerapan kaedah tersebut di masa ini sangat bertolak belakang. Maka metode dakwah yang pas lagi bil hikmah pada zaman itu adalah seperti yang diterapkan para ulama tersebut. Tetapi pada zaman sekarang sangat berbeda, karena dewasa ini kebanyakan kita jahil terhadap ilmu syar’i. Tidak mampu menerapkan sikap hikmah yang dikecap oleh mereka. Alloh berfirman:
(barangsiapa diberi hikmah sungguh telah diberi kebaikan yang sangat banyak).
Soal:
Masih berkaitan dengan soal di atas, sebagian khotib pada hari Jum’at berkhotbah dengan mencela penguasa atau semacamnya. Akibatnya khotbah dihentikan atau manusia tidak bisa lagi mendengarkannya. Terlebih bila sang khotib adalah orang yang mempunyai ilmu atau orang yang faqih? Bagaimana nasehat anda?
Jawab:
Demikian juga persoalan ini, saya berpendapat metode ini tidak boleh diterapkan. Terutama dalam khotbah. Karena adanya perbedaan-perbedaan yang telah saya sebutkan tadi. Sebab, cacian dan celaan ini tidak akan memberi faedah bagi penguasa, bahkan akan muncul kerusakan yang lebih besar. Jika kerusakannya tidak berkurang maka itu merupakan kejelekan seluruhnya. Pada kenyataan metode ini berseberangan dengan dakwah dan metode yang kami serukan sejak sepuluh tahun yaitu tashfiyah dan tarbiyah (pemurnian agama dari anasir yang tidak termasuk dien dan pendidikan manusia dengan syariat agama yang telah ditashfiyah tadi).
Kesimpulannya: metode di atas adalah keliru. (Majalah Al Furqon Edisi 77 th 8 Robiul Akhir 1417 H).

sumber:muslim.or.id

Kami Tidak Tinggal Diam Wahai Palestina!!!

Bismillaahirrahmaanirrahiim…
Alhamdulillaahi –l Khaaliqil kauni wa maa fiih, wa jaami’in naasi li yaumin laa raiba fiih. Asyahadu an laa ilaaha illallaah, wa anna Muhammadan rasuulullaah… wa ba’d…
Perhatian dunia dalam beberapa hari ini tertuju pada Jalur Gaza. Invasi tentara Yahudi ke Gaza menelan banyak korban terutama wanita dan anak-anak. Korban luka-luka semakin memperbanyak deretan korban meninggal dunia. Dunia pun merespon dengan berbagai macam aksi.
Di antara aksi sebagai bentuk kepedulian atas musibah yang menimpa kaum muslimin di Palestina itu adalah aksi berupa bantuan kemanusiaan. Yang paling menonjol dalam hal bantuan tersebut adalah Saudi Arabia, di bawah pimpinan Raja Abdullah bin Abdul Aziz –ayyadahullah-. Ini bukan klaim tanpa bukti. Sebagai contoh: Program “Donasi Untuk Palestina” digencarkan, walaupun sudah sejak lama dicanangkan. Rumah-rumah sakit ternama di pusat kerajaan Saudi difokuskan untuk menangani korban luka-luka akibat serangan kaum Yahudi tersebut. Bantuan berupa makanan, pakaian dan obat-obatan juga terus mengalir sampai tulisan ini diturunkan. Kalangan ulama pun tidak tinggal diam. Baik perseorangan maupun lembaga/organisasi. Syeikh Abdul Aziz Alu Syeikh dan Syeikh Abdurrahman As Sudais mengecam dengan keras aksi serangan tersebut dalam khutbah jum’at mereka. Mereka dan umumnya para khatib di Saudi tidak lupa mendo’akan kaum muslimin Palestina secara khusus. Lajnah Daa’imah juga mengeluarkan pernyataan dalam menyikapi tragedi di Jalur Gaza tersebut. Dan masih banyak lagi bentuk bantuan baik materi maupun moril/spirit.
Namun ada segelintir orang menutup mata dengan kenyataan ini dan berkomentar, “Saudi Arabia adalah negara yang takut dengan Amerika dan kurang memberikan bantuan yang konkrit kepada kaum muslimin di Palestina.” atau kalimat yang semisalnya.
Terhadap siapa saja yang berkomentar seperti di atas, saya katakan:
Apakah maksud Anda dengan kata ‘konkrit’ bahwa Anda menginginkan agar Pemerintah Saudi mengirimkan tentaranya ke Palestina
untuk menghantam pasukan Israel? Baiklah jika memang demikian, apakah Amerika akan tinggal diam? Padahal Allah berfirman (yang artinya), “…dan janganlah kalian menjatuhkan diri-diri kalian dalam kebinasaan…” (Qs. Al Baqarah: 195)
Taruhlah seperti apa yang Anda inginkan bahkan lebih dari itu -semua pemerintah negara muslim mengizinkan rakyatnya untuk berjihad ke palestina dan saya berhusnudzdzan Anda akan ikut serta di dalamnya-, maka Anda akan berjihad di bawah bendera siapa di Palestina? Di bawah bendera HAMAS kah? Atau berspandukkan AL FATH? Atau barangkali di bawah komando Jihad Islami Palestina (JIP)? Atau Anda memimpin laskar jihad yang Anda buat sendiri? Tahukah Anda bahwa jihad bukan hanya perkara mengucapkan dan meneriakkan, “…’Isy kariiman… aw Mut syahiidan…” (Hiduplah dalam kemuliaan atau matilah sebagai syahid)? Namun jihad membutuhkan seorang imam dan tandhim (taktik dan siasat perang). Dan yang lebih penting lagi, apakah Anda yakin bahwa masing-masing front/partai/hizb itu berperang untuk meninggikan kalimat Laa ilaaha illallaah? Qul Haatu burhaanakum in kuntum shaadiqiin.
Jika Anda mengatakan, “Kaum muslimin harus berada dalam satu barisan dalam menghadapi dan menyikapi Yahudi.”, maka saya tidak berbeda pendapat dengan Anda. Bahkan tidak ada dua orang muslim yang berselisih pendapat tentangnya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya (yang artinya): “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Qs. Ash Shaff: 4)
Namun bagaimana Anda bisa mempersatukan barisan kaum muslimin untuk berjihad, sedangkan di tengah-tengah mereka masih banyak kaum muslimin yang menyembah kuburan, menghambakan diri kepada dukun (dengan mematuhi persyaratannya atau menjalankan lelaku walaupun bertentangan dengan syari’at), paranormal (dengan membenarkan berita gaib yang sampai kepadanya), dan tukang pelet? Bagaimana pula halnya kalau kaum muslimin yang terjun di medan jihad, banyak di antara mereka yang memakai jimat, atau membaca mantera-mantera yang telah dirajah oleh mbah-mbah dukun supaya kebal senjata api dan agar tidak terdeteksi oleh radar?! Bagaimana Anda akan mempersatukan kaum muslimin dalam rangka jihad, kalau segolongan di antara mereka tidak akan berangkat perang sebelum melakukan thawaf (mengelilingi) kuburan seseorang yang dianggap wali? Atau bagaimana pula jika segolongan yang lain tidak akan berperang kalau yang menjadi imam bukan dari golongannya? Atau bagaimana kaum muslimin akan bersatu padu dalam medan jihad, kalau mereka ketika dikumandangkan seruan azan “Mari mencapai kemenangan…” 2x bermalas-malasan mendatangi masjid (terutama waktu fajr/shubuh)?
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pondasi segala sesuatu adalah Al Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad.” (HR. At Tirmidzi, Hasan Shahih). Al Islam itu sendiri adalah istislam (berserah diri) kepada Allah dengan mentauhidkanNya, dan inqiyaad (patuh) dengan mentaatiNya, dan baraa’ah (berlepas diri) dari kesyirikan dan pelakunya. Berdasarkan hadits ini, kaum muslimin tidak akan berhasil menggapai puncak kejayaan, jikalau pondasi dan tiangnya keropos.
Jika Anda bersikap adil, mengapa Anda hanya menggugat Saudi Arabia? Bukankah negara yang berbatasan dengan Palestina adalah Mesir, Yordania, Libanon serta Syiria? Seharusnya negara-negara tersebut yang paling mudah untuk mengirim pasukan-pasukannya mengepung dan meremukkan artileri dan infanteri Yahudi. Namun pertanyaan politis yang harus Anda jawab terlebih dahulu adalah: Apakah negara-negara Arab yang disebutkan terakhir (sebagai misal saja) politik luar negerinya merupakan politik anti Amerika???
Dalam lingkup yang lebih sempit, idealnya negara-negara Arab seharusnya bersatu dalam menyikapi tragedi berdarah tersebut. Namun, kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. Buktinya salah satu negara yang berbatasan dengan Jalur Gaza menilai Hamas lah yang menyebabkan tragedi berdarah di kota yang berhadapan dengan laut Mediterrania (Al Bahru -l Mutawassith) itu. Sedangkan Saudi Arabia dan beberapa negara arab lainnya menilai Israel telah melakukan sesuatu yang tidak berprikemanusiaan. Lihatlah! Sesama negara Arab berbeda pandangan dan sikap. Dan yang demikian itu bukanlah hal yang baru. Telah terjadi jauh sebelumnya pengkhianatan di kalangan negara Arab dalam menghadapi Israel pada tahun 1967 dalam perang yang dikenal sejarah sebagai Perang Enam Hari. Berbeda halnya dengan yang terjadi pada tahun 1973, di mana bangsa Arab bersatu padu di bawah komando Raja Faisal bin Abdul Aziz –rahimahullah- akhirnya berhasil memukul mundur dan mengusir Israel keluar dari Sainaa’.
Oleh karena itu bersikaplah adil dan bijaksana dalam menilai segala sesuatu. Jangan sembarangan menuduh tanpa bukti dan fakta. Mengapa kita disibukkan dengan menilai dan mensifati orang lain dan lalai menilai diri kita sendiri? Mengapa kita tidak berlomba-lomba melebihi Saudi Arabia dalam membantu korban kedzaliman Yahudi tersebut? Silahkan saja bandingkan antara Saudi Arabia dengan negara mana saja dalam hal donasi untuk Program Peduli Palestina.
Akhirnya, mari kita mendo’akan kaum muslimin yang muwahhid yang menjadi korban kedzaliman tentara Yahudi di Jalur Gaza khususnya, dan Palestina umumnya, agar mendapatkan syahadah fii sabiilillah dan semoga kita dikumpulkan bersama para Nabi, shiddiiqiin, para syuhada’ dan orang-orang shalih.
Washallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad, wa aakhiru da’waanaa anil hamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.
Riyadh, 14 Muharram 1430 H


Sumber: muslim.or.id

Permusuhan Yahudi Terhadap Islam Dalam Sejarah

Permusuhan Yahudi terhadap Islam sudah terkenal dan ada sejak dahulu kala. Dimulai sejak dakwah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan mungkin juga sebelumnya bahkan sebelum kelahiran beliau. Hal ini mereka lakukan karena khawatir dari pengaruh dakwah islam yang akan menghancurkan impian dan rencana mereka. Namun dewasa ini banyak usaha menciptakan opini bahwa permusuhan yahudi dan islam hanyalah sekedar perebutan tanah dan perbatasan Palestina dan wilayah sekitarnya, bukan permasalahan agama dan sejarah kelam permusuhan yang mengakar dalam diri mereka terhadap agama yang mulia ini.
Padahal pertarungan kita dengan Yahudi adalah pertarungan eksistensi, bukan persengkataan perbatasan. Musuh-musuh islam dan para pengikutnya yang bodoh terus berupaya membentuk opini bahwa hakekat pertarungan dengan Yahudi adalah sebatas pertarungan memperebutkan wilayah, persoalan pengungsi dan persoalan air. Dan bahwa persengketaan ini bisa berakhir dengan (diciptakannya suasana) hidup berdampingan secara damai, saling tukar pengungsi, perbaikan tingkat hidup masing-masing, penempatan wilayah tinggal mereka secara terpisah-pisah dan mendirikan sebuah Negara sekuler kecil yang lemah dibawah tekanan ujung-ujung tombak zionisme, yang kesemua itu (justeru) menjadi pagar-pagar pengaman bagi Negara zionis. Mereka semua tidak mengerti bahwa pertarungan kita dengan Yahudi adalah pertarungan lama semenjak berdirinya Negara Islam diMadinah dibawah kepemimpinan utusan Allah bagi alam semesta yaitu Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam
Demikianlah permusuhan dan usaha mereka merusak Islam sejak berdirinya Negara Islam bahkan sejak Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam hijrah ke Madinah sampai saat ini dan akan berlanjut terus. Walaupun tidak tertutup kemungkinan mereka punya usaha dan upaya memberantas islam sejak kelahiran beliau n . hal ini dapat dilihat dalam pernyataan pendeta Buhairoh terhadap Abu Thalib dalam perjalanan dagang bersama beliau diwaktu kecil. Allah Ta’ala telah jelas-jelas menerangkan permusuhan Yahudi dalam firmanNya:
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. (Qs. 5:82)
Melihat demikian panjangnya sejarah dan banyaknya bentuk permusuhan Yahudi terhadap Islam dan Negara Islam, maka kami ringkas dalam 3 marhalah;
Marhalah pertama:
Upaya Yahudi dalam menghalangi dakwah Islam di masa awal perkembangan dakwah islam dan cara mereka dalam hal ini.
Diantara upaya Yahudi dalam menghalangi dakwah Islam di masa-masa awal perkembangannya adalah:
1. Pemboikotan (embargo) Ekonomi: Kaum muslimin ketika awal perkembangan islam di Madinah sangat lemah perekonomiannya. Kaum muhajirin datang ke Madinah tidak membawa harta mereka dan kaum Anshor yang menolong mereka pun bukanlah pemegang perekonomian Madinah. Oleh karena itu Yahudi menggunakan kesempatan ini untuk menjauhkan kaum muslimin dari agama mereka dan melakukan embargo ekonomi. Para pemimpin Yahudi enggan membantu perekonomian kaum muslimin dan ini terjadi ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengutus Abu Bakar menemui para pemimpin Yahudi untuk meminjam dari mereka harta yang digunakan untuk membantu urusan beliau dan berwasiat untuk tidak berkata kasar dan tidak menyakiti mereka bila mereka tidak memberinya. Ketika Abu Bakar masuk Bait Al Midras (tempat ibadah mereka) mendapati mereka sedang berkumpul dipimpin oleh Fanhaash –tokoh besar bani Qainuqa’- yang merupakan salah satu ulama besar mereka didampingi seorang pendeta yahudi bernama Asy-ya’. Setelah Abu Bakar menyampaikan apa yang dibawanya dan memberikan surat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam kepadanya. Maka ia membaca sampai habis dan berkata: Robb kalian butuh kami bantu! Tidak hanya sampai disini saja, bahkan merekapun enggan menunaikan kewajiban yang harus mereka bayar, seperti hutang, jual beli dan amanah kepada kaum muslimin. Berdalih bahwa hutang, jual beli dan amanah tersebut adanya sebelum islam dan masuknya mereka dalam islam menghapus itu semua. Oleh karena itu Allah berfirman:Di antara Ahli Kitab ada orang yang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaranmereka mengatakan:”Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui. (Qs. 3:75)
2. Membangkitkan fitnah dan kebencian: Yahudi dalam upaya menghalangi dakwah islam menggunakan upaya menciptakan fitnah dan kebencian antar sesama kaum muslimin yang pernah ada di hati penduduk Madinah dari Aus dan Khodzraj pada masa jahiliyah. Sebagian orang yang baru masuk islam menerima ajakan Yahudi, namun dapat dipadamkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam . diantaranya adalah kisah yang dibawakan Ibnu Hisyam dalam Siroh Ibnu Hisyam (2/588) ringkas kisahnya: Seorang Yahudi bernama Syaas bin Qais mengutus seorang pemuda Yahudi untuk duduk dan bermajlis bareng dengan kaum Anshor, kemudian mengingatkan mereka tentang kejadian perang Bu’ats hingga terjadi pertengkaran dan mereka keluar membawa senjata-senjata masing-masing. Lalu hal ini sampai pada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. maka beliau shallallahu ’alaihi wa sallam segera berangkat bersama para sahabat muhajirin menemui mereka dan bersabda:يَا مَعْشَر المُسْلِمِيْنَ اللهَ اللهَ أَبِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ وَ أَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ بَعْدَ أَنْ هَدَاكُمُ اللهُ لِلإِسْلاَمِ وَ أَكْرَمَكُمْ بِهِ وَ قَطَعَ بِهِ أَمْرَ الْجَاهِلِيَّةِ وَاسْتَنْقَذَكُمْ بِهِ مِنَ الْكُفْرِ وَ أَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ “Wahai kaum muslimin alangkah keterlaluannya kalian, apakah (kalian mengangkat) dakwah jahiliyah padahal aku ada diantara kalian setelah Allah tunjuki kalian kepada Islam dan muliakan kalian, memutus perkara Jahiliyah dan menyelamatkan kalian dari kekufuran dengan Islam serta menyatukan hati-hati kalian.” Lalu mereka sadar ini adalah godaan syetan dan tipu daya musuh mereka, sehingga mereka mengangis dan saling rangkul antara Aus dan Khodzroj. Lalu mereka pergi bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dengan patuh dan taat yang penuh. Lalu Allah turunkan firmanNya: Katakanlah: ”Hai Ahli Kitab, mengapa kamu ingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha Menyaksikan apa yang kamu kerjakan. Katakanlah:”Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan.” Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (Qs. 3:99)
3. Menyebarkan keraguan pada diri kaum muslimin: Orang Yahudi berusaha memasukkan keraguan di hati kaum muslimin yang masih lemah imannya dengan melontarkan syubhat-syubhat yang dapat menggoyahkan kepercayaan mereka terhadap islam. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya: Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): “Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mu’min) kembali (kepada kekafiran). (Qs. 3:72). Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini dengan pernyataan: Ini adalah tipu daya yang mereka inginkan untuk merancukan perkara agama islam kepada orang-orang yang lemah imannya. Mereka sepakat menampakkan keimanan di pagi hari (permulaan siang) dan sholat subuh bersama kaum muslimin. Lalu ketika diakhir siang hari (sore hari) mereka murtad dari agama Islam agar orang-orang bodoh menyatakan bahwa mereka keluat tidak lain karena adanya kekurangan dan aib dalam agama kaum muslimin.
4. Memata-matai kaum Muslimin: Ibnu Hisyam menjelaskan adanya sejumlah orang Yahudi yang memeluk Islam untuk memata-matai kaum muslimin dan menukilkan berita Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan yang ingin beliau lakukan kepada orang Yahudi dan kaum musyrikin, diantaranya: Sa’ad bin Hanief, Zaid bin Al Lishthi, Nu’maan bin Aufa bin Amru dan Utsmaan bin Aufa serta Rafi’ bin Huraimila’. Untuk menghancurkan tipu daya ini Allah berfirman:Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaan orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata:”Kami beriman”; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka):”Marilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Qs. 3:118-119)
5. Usaha memfitnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam: Orang Yahudi tidak pernah henti berusaha memfitnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, diantaranya adalah kisah yang disampaikan Ibnu Ishaaq bahwa beliau berkata: Ka’ab bin Asad, Ibnu Shaluba, Abdullah bin Shurie dan Syaas bin Qais saling berembuk dan menghasilkan keputusan berangkat menemui Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam untuk memfitnah agama beliau. Lalu mereka menemui Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan berkata: Wahai Muhammad engkau telah tahu kami adalah ulama dan tokoh terhormat serta pemimpin besar Yahudi, Apabila kami mengikutimu maka seluruh Yahudi akan ikut dan tidak akan menyelisihi kami. Sungguh antara kami dan sebagian kaum kami terjadi persengketaan. Apakah boleh kami berhukum kepadamu lalu engkau adili dengan memenangkan kami atas mereka? Maka Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam enggan menerimanya. Lalu turunlah firman Allah: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati. hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (Qs. 5:49)
Semua usaha mereka ini gagal total dihadapan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan Allah membalas makar mereka ini dengan menimpakan kepada mereka kerendahan dan kehinaan.
Marhalah kedua:
Masa perang senjata antara Yahudi dan Muslimin di zaman Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.
Orang Yahudi tidak cukup hanya membuat keonaran dan fitnah kepada kaum muslimin semata bahkan merekapun menampakkan diri bergabung dengan kaum musyrikin dengan menyatakan permusuhan yang terang-terangan terhadap islam dan kaum muslimin. Namun Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam tetap menunggu sampai mereka melanggar dan membatalkan perjanjian yang pernah dibuat diMadinah. Ketika mereka melanggar perjanjian tersebut barulah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan tindakan militer untuk menghadapi mereka dan mengambil beberapa keputusan untuk memberikan pelajaran kepada mereka. Diantara keputusan penting tersebut adalah:
1. Pengusiran Bani Qainuqa’
2. Pengusiran bani Al Nadhir
3. Perang Bani Quraidzoh
4. Penaklukan kota Khaibar
Setelah terjadinya hal tersebut maka orang Yahudi terusir dari jazirah Arab.
Marhalah ketiga:
Tipu daya dan makar mereka terhadap islam setelah wafat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.
Orang Yahudi memandang tidak mungkin melawan Islam dan kaum muslimin selama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam masih hidup. Ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam wafat, orang Yahudi melihat adanya kesempatan untuk membuat makar kembali terhadap Islam dan muslimin. Mereka mulai merencanakan dan menjalankan tipu daya mereka untuk memalingkan kaum muslimin dari agamanya. Namun tentunya mereka lakukan dengan lebih baik dan teliti dibanding sebelumnya. Sebagian target mereka telah terwujud dengan beberapa sebab diantaranya:
a. Kaum muslimin kehilangan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.
b. Orang Yahudi dapat mengambil pelajaran dan pengalaman dari usaha-usaha mereka terdahulu sehingga dapat menambah hebat makar dan tipu daya mereka.
c. Masuknya sebagian orang Yahudi ke dalam Islam dengan tujuan memata-matai kaum muslimin dan merusak mereka dari dalam tubuh kaum muslimin.
Memang berbicara tentang tipu daya dan makar Yahudi kepada kaum Muslimin sejak wafat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam hingga kini membutuhkan pembahasan yang panjang sekali. Namun rasanya cukup memberikan 3 contoh kejadian besar dalam sejarah Islam untuk mengungkapkan permasalahan ini. Yaitu:
1. Fitnah pembunuhan khalifah Utsman. Ini adalah awal keberhasilan Yahudi dalam menyusup dan merusak Islam dan kaum muslimin. Tokoh yahudi yang bertanggung jawab terjadinya peristiwa ini adalah Abdullah bin Saba’ yang dikenal dengan Ibnu Sauda’. Kisahnya cukup masyhur dan ditulis dalam kitab-kitab sejarah Islam.
2. Fitnah Maimun Al Qadaah dan perkembangan sekte Bathiniyah. Keberhasilan Abdullah bin Saba’ membuat fitnah di kalangan kaum Muslimin dan mengajarkan saba’isme membuat orang Yahudi semakin berani. Sehingga belum habis fitnah Sabaiyah mereka sudah memunculkan tipu daya baru yang dipimpin seorang Yahudi bernama Maimun bin Dieshaan Al Qadaah dengan membuat sekte Batiniyah di Kufah tahun 276 H. Imam Al Baghdadi menceritakan: Diatara orang yang membangun sekte Bathiniyah adalah Maimun bin Dieshaan yang dikenal dengan Al Qadaah seorang maula bagi Ja’far bin Muhammad Al Shodiq yang berasal dari daerah Al Ahwaaz dan Muhammad bin Al Husein yang dikenal dengan Dandaan. Mereka berkumpul bersama Maimun Al Qadah di penjara Iraaq lalu membangun sekte Bathiniyah.Tipu daya Yahudi ini terus berjalan dalam bentuk yang beraneka ragam sehingga sekte ini berkembang menjadi banyak sekali sektenya dalam kaum muslimin, sampai-sampai menghalalkan pernikahan sesama mahrom dan hilangnya kewajiban syariat pada seseorang.
3. Penghancuran kekhilafahan Turki Utsmani ditangan gerakan Masoniyah dan akibat yang ditimbulkan berupa perpecahan kaum muslimin.Orang Yahudi mengetahui sumber kekuatan kaum muslimin adalah bersatunya mereka dibawah satu kepemimpinan dalam naungan kekhilafahan Islamiyah. Oleh karena mereka segera berusaha keras meruntuhkan kekhilafahan yang ada sejak zaman Khulafa’ Rasyidin sampai berhasil menghapus dan meruntuhkan negara Turki Utsmaniyah. Orang Yahudi memulai konspirasinya dalam meruntuhkan Negara Turki Utsmaniyah pada masa sultan Murad kedua (tahun 834-855H) dan setelah beliau pada masa sultan Muhammad Al Faatih (tahun 855-886H) yang meningal diracun oleh Thobib beliau seorang Yahudi bernama Ya’qub Basya. Demikian juga berhasil membunuh Sultan Sulaiman Al Qanuni (tahun 926-974H) dan para cucunya yang diatur oleh seorang Yahudi bernama Nurbaanu. Konspirasi Yahudi ini terus berlangsung di masa kekhilafahan Utsmaniyah lebih dari 400 tahunan hingga runtuhnya di tangan Mushthofa Ataturk.
Orang Yahudi dalam menjalankan rencana tipu daya mereka menggunakan kekuatan berikut ini:
1. Yahudi Al Dunamah. Diantara tokohnya adalah Madhaat Basya dan Mushthofa Kamal Ataturk yang memiliki peran besar dan penting dalam penghancuran kekhilafahan Utsmaniyah.
2. Salibis Eropa yang sangat membenci islam dan kaum muslimin dengan melakukan perjanjian kerjasama dengan beberapa Negara eropa yaitu Bulgaria, Rumania, Namsa, Prancis, Rusia, Yunani dan Italia.
3. Organisasi bawah tanah/rahasia, khususnya Masoniyah yang terus berusaha merealisasikan tujuan dan target Zionis.
Usaha-usaha Musthofa Kamal Basya Ataturk dalam menghancurkan kekhilafahan setelah berhasil menyingkirkan sultan Abdulhamid kedua adalah:
a. Pada awal November 1922 M ia menghapus kesultanan dan membiarkan kekhilafahan
b. Pada tanggal 18 November 1922M ia mencopot Wahieduddin Muhammad keenam dari kekhilafahan.
c. Pada Agustus 1923 M ia mendirikan Hizb Al Sya’b Al Jumhuriah (Partai Rakyat Republik) dengan tokoh-tokoh pentingnya kebanyakan dari Yahudi Al Dunamah dan Masoniyah.
d. Pada tanggal 20 oktober 1923 M Republik Turki diresmikan dan Al Jum’iyah Al Wathoniyah (Organisasi nasional) memilih Musthofa Kamal sebagai presiden Turki.
e. Pada tanggal 2 Maret 1924 M Kekhilafahan dihapus total.
Demikianlah sempurna sudah keinginan orang-orang Yahudi untuk menjadikan kekhilafahan sebagai Negara sekuler yang dipimpin seorang Yahudi yang berkedok muslim.
Mudah-mudahan ringkas sejarah permusuhan Yahudi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi pelajaran bagi kaum muslimin.
***
Penulis: Ustadz Khalid Syamhudi, Lc


Sumber:muslim.or.id