Sabtu, 20 Agustus 2011

Berpisah dengan Ramadhan

Apabila Ramadhan sudah berada di penghujung bulan, maka berharaplah selalu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar amalan kita selama Ramadhan diterima disisi-Nya, berharaplah agar kita menjadi insan yang bertakwa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
bulan_ramadhan_1.jpg“Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.” (Qs. al-Ma’idah: 27)
Pada hari raya ‘Idul Fithri, ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata dalam khutbahnya, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah puasa karena Allah selama tiga puluh hari, kalian shalat malam selama tiga puluh hari, dan pada hari ini kalian semua keluar untuk meminta kepada Allah agar diterima amalan kalian. Ketahuilah, sebagian para salaf mereka menampakkan kesedihan pada hari raya ‘Idul Fithri, kemudian dikatakan padanya, ‘Bukankah hari ini, hari kegembiraan dan kebahagiaan?’” Dia menjawab, ‘Benar, akan tetapi aku adalah seorang hamba yang Allah memerintahkanku untuk beramal, akan tetapi aku tidak tahu, apakah Allah menerima amalanku ataukah tidak!?’” (Latha’iful Ma’arif, hal. 376)

Sumber: Ensiklopedi Amalan Sunnah di Bulan Hijriyah, Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi, Abu Abdillah Syahrul Fatwa, Pustaka Darul Ilmi
***

oleh: Tim Redaksi

Dipublikasikan oleh www.PengusahaMuslim.com

Membunuh Kebosanan

Pen_and_paper_1.jpgKadangkala seseorang mempunyai keinginan kuat untuk menjaga waktunya dalam ketaatan kepada Allah. Misalnya, dia menetapkan dua jam setelah Isya untuk mencari ilmu agama, dua jam berikutnya untuk qiyamul lail (shalat malam). Apabila datang waktunya, dia mulai menjalankan programnya. Tetapi, ketika program baru berjalan setengah atau satu jam dari awal pelaksanaan, dia mulai merasakan kebosanan dan kejenuhan merayap dalam hatinya. Ia merasakan, keinginannya mulai mengendur dan melemah.

Dalam situasi ini – dan di bawah pengaruh bujuk rayu setan dan usahanya membuat seorang hamba bermalas-malasan dalam memanfaatkan waktunya – dia akan menghentikan ibadahnya dan tidak lagi melanjutkan program-program yang dia rancang untuk dirinya sendiri. Bukannya memanfaatkan waktu, malah justru dia pergi tidur atau berbicara tanpa manfaat dengan alasan ia telah bosan dan jenuh dan bahwa ia tidak lagi mampu melanjutkan dan meneruskan. Demi Allah, ini adalah kerugian besar.

Pada hakikatnya, kebosanan – yang sebetulnya bukan kebosanan ini – adalah bisikan setan bahkan ia adalah tipuan dan makar setan kepada jiwa. Dengannya setan menggoda seseorang bahwa dia tidak lagi mampu melanjutkan program-programnya untuk menjaga waktunya, setan membisikkan kepada dirinya bahwa dia telah jenuh dan bosan dalam melakukan ketaatan.

Dalam kondisi ini, akibat yang sangat disesalkan adalah dia meninggalkan ketaatan dengan alasan istirahat, refreshing dan mengusir kejenuhan dari dalam diri. Kemudian setiap kali seseorang berkeinginan memanfaatkan waktunya untuk amal kebajikan, setan selalu membisikkan bahwa dia sekarang ini dalam kondisi bosan dan jenuh. Maka, jalan keluarnya (menurut versi setan) adalah menunda ketaatan dan amal-amal kebajikan sampai berakhirnya masa kebosanan (yang pada hakikatnya bukanlah kebosanan). Selanjutnya, ia akan menjadi bulan-bulanan setan. Ia akan terus membuatnya malas dalam ketaatan, satu demi satu. Akhirnya, ia berujung pada meninggalkan kewajiban-kewajiban agama. Inilah puncak musibah.

Jika Anda mengatakan, “Tetapi saya memang benar-benar jenuh setiap saya berniat memanfaatkan waktu untuk kebaikan bukan sekedar jenuh karena bisikan setan. Lalu, apa solusi dan pemecahan masalah ini?” Saya menjawab, “Saya sebutkan beberapa saran dan pemecahan mudah-mudahan Allah memberi manfaat karenanya.”
  1. Mengubah posisi duduk. Misalnya, Anda membaca Al-Quran dengan posisi duduk seperti duduk tahiyat,  kemudian Anda merasa jenuh, maka ubahlah duduk Anda dengan bersila untuk mengusir kebosanan dan kejenuhan.
  2. Membasuh muka dengan air dingin pada saat mulai merasakan kemalasan dan kejenuhan.
  3. Mengubah bentuk ibadah yang Anda lakukan. Apabila Anda shalat selama satu setengah jam, kemudian Anda merasakan kebosanan, maka gantilah dengan ibadah yang lain. Seperti berdzikir, beristighfar, atau menuntut ilmu selama satu jam atau satu setengah jam. Anda akan mendapati diri Anda bergairah kembali untuk melaksanaan shalat. Maka kembalilah lakukan shalat Anda dalam keadaan nyaman, segala kejenuhan telah pergi dari Anda.
  4. Apabila Anda merasa malas, sementara Anda sedang berada di ruangan tertentu, maka pindahlah ke ruang lain bila hal itu memungkinkan.
  5. Menghirup udara segar, bisa di jalan atau berdiri di samping jendela untuk beberapa saat, merupakan sarana efektif untuk mengusir kejenuhan.
  6. Apabila Anda sedang membaca suatu buku, kemudian Anda merasakan kemalasan, maka berjalan dan berkelilinglah di sekitar rumah untuk beberapa saat. Hal ini bisa mengembalikan semangat dan memicu gairah.
  7. Di antara cara mengusir kemalasan adalah berbicara dengan orang lain, seperti orang tua atau salah satu saudara di rumah atau menelepon salah seorang teman. Dengan syarat, pembicaraannya harus terbebas dari kemaksiatan. Begitu juga jangan berlama-lama, sebab hal itu bisa menyeret kepada kesia-siaan yang tidak berguna, yang justru memecah konsentrasi dan melemahkan semangat.
  8. Beristirahat sebentar ketika meresa jenuh dengan mengambil waktu sejenak untuk beristirahat. Tetapi hendaknya berhati-hati, jangan sampai istirahat sejenak ini berubah menjadi tidur panjang.
  9. Mengubah anggota badan dalam melaksanakan ibadah. Misalnya, Anda membaca dengan menggunakan indera mata. Apabila di tengah-tengah membaca Anda merasa jenuh, maka ubahlah anggota badan dengan berganti mendengar kajian pendidikan ilmia. Karena mendengar kaset bergantung kepada telinga, bukan mata. Apabila Anda mulai malas mendengar, maka gantilah dengan menulis dan mencatat yang berpijak pada tangan. Dan begitu seterusnya, berpindah-pindah dari satu anggota badan ke anggota badan yang lain. Kebosanan hilang berganti dengan semangat.
  10. Apabila Anda merasa jenuh membaca, maka siapkanlah secangkir teh, atau kopi, sari buah atau susu. Hal itu bisa mengambilkan semangat dan memperbaharui motivasi.
  11. Mandi dengan air dingin untuk mengusir rasa jenuh dan malas pada anggota badan.
  12. Melakukan aktifitas jasmani yang ringan dan tidak memerlukan waktu lama. Seperti menata buku-buku di perpustakaan atau menyusun kaset-kaset di almari  atau mengatur dan menata kamar. Aktifitas ringan ini bisa mengusir kemalasan, mengembalikan energi dan semangat dalam jiwa untuk kembali melakukan ketaatan kepada Allah.
Sumber: 125 Kiat Orang-orang Terdahulu Menjadikan Waktu Produktif, Abul Qa'Qa Muhammad bin Shalih, Elba.
 oleh: Tim Redaksi
SOURCE: 
Artikel: PengusahaMuslim.Com

Uh, Bajuku Telah Usang!

baju_usang_1.jpgAlhamdulillah, salawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, dan sahabatnya.

Saudaraku, Anda masih ingat baju-baju Anda yang Anda kenakan 10 tahun silam? Kemanakah baju-baju itu? Terlebih-lebih baju yang kala sering Anda kenakan ketika bekerja, ke kantor, atau sehari-hari. Mungkinkah saat ini Anda sudi untuk mengenakannya kembali seperti yang pernah Anda lakukan 10 tahun silam?

Saya yakin, Anda mengatakan, "Kebanyakan atau bahkan seluruh baju-baju itu telah usang, robek, dan tidak layak lagi untuk saya kenakan."

Perkenankan saya mengajukan satu pertanyaan lagi, "Coba Anda ingat kembali baju yang kemarin Anda kenakan ketika bekerja seharian penuh, dari pagi hingga petang, terlebih bila Anda bekerja out door. Selama bekerja Anda berkeringat, tempat bekerja penuh dengan debu, dan asap. Mungkinkah hari ini Anda kembali mengenakan baju tersebut, tanpa terlebih dahulu mencucinya?"

Wah, pasti Anda menggerutu dan berkata, "Jorok ah, bau apek, kotor, kucel, dan membuat saya tampil tidak percaya diri."

Bukankah demikian, Saudaraku?

Akan tetapi, tahukah Anda, bahwa hal itu sering Anda lakukan? Walau demikian, Anda tidak merasa terusik sedikit pun, apalagi menyadari bahwa Anda berpakaian kotor. Memalukan, bukan?

Anda pasti berkata, "Ah, tidak benar itu! Fitnah dan tuduhan keji!

Tenang, Saudaraku! Tidak perlu gusar, dan berikan saya kesempatan sesaat saja untuk membuktikannya.

Saudaraku, diri Anda terdiri dari raga dan jiwa. Selama ini Anda begitu perhatian untuk memperindah penampilan raga Anda dengan pakaian yang bersih dan rapi. Akan tetapi, seberapa besarkah perhatian Anda terhadap penampilan jiwa Anda?

Raga Anda menjadi menawan dan rapi dengan pakaian yang bersih, rapi, dan bagus. Demikian pula halnya dengan jiwa Anda. Jiwa Anda dapat menjadi indah nan menawan bila Anda menghiasinya dengan pakaian yang bersih, rapi, dan baru.

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَىَ ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

"Wahai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah sebagai perhiasan. Sedangkan pakaian takwa itulah yang lebih baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat."  (Qs. al-A'raf: 26)

Ibnu Jarir ath-Thabari mengomentari ayat ini dengan berkata, "'Pakaian takwa' adalah Anda senantiasa merasakan ketakwaan kepada Allah, dengan menjauhi segala larangan dan kemaksiatan, serta menjalankan ketaatan kepada-Nya. Ini berarti mengharuskan Anda untuk menyatukan antara iman, amal shalih, sifat malu, dan takut kepada Allah, serta berperilaku yang terpuji. Hal ini dikarenakan, orang yang bertakwa kepada Allah pastilah menjalankan perintah, takut dari siksa, dan senantiasa merasakan pengawasan-Nya.

Ia merasa malu bila Allah menyaksikan dirinya bergelimang dalam kemaksiatan. Bila Anda demikian ini adanya, niscaya efek baik ketakwaan ini tampak pada diri Anda. Penampilan Anda menjadi anggun nan menawan, perilaku Anda terpuji, serta wibawa dan cahaya iman akan memancar dari raga Anda." (Tafsir ath-Thabari: 12/371)

Tidak mengherankan bila Allah Ta'ala mengisahkan dalam al-Quran al-Karim tentang para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana yang disebutkan pada ayat berikut,
سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ
"Tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud." (Qs. al-Fath: 29)

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu menjalaskan bahwa yang dimaksud dari "bekas sujud" ialah penampilan, kewibawaan, dan cahaya karismatik sebagai seseorang yang beragama Islam.

Selain penampilan Anda menawan nan simpatik, penuh dengan kewibawaan, Andapun pasti merasakan betapa indah nan damainya kehidupan yang Anda jalani. Kebahagiaan dan manisnya jalan hidup Anda, dan bahkan surga dunia pun menjadi milik Anda.
ذَاقَ طَعْمَ الإِيمَانِ مَنْ رَضِىَ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً
"Manisnya iman pastilah dapat dirasakan oleh orang yang rela dengan Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai utusan Allah."  (Hr. Muslim)

Dahulu, sebagian ulama menggambarkan betapa indahnya kehidupan dunia yang ia jalani,
إِنْ كَانَ أَهْلُ الجَنَّةِ فِي مِثْلِ هَذَا الحَالِ إِنَّهُمْ لَفِي عَيْشٍ طَيِّبٍ
"Andai penghuni surga hanya mendapatkan kehidupan seperti yang aku alami saat ini, sungguh surga itu adalah kehidupan yang benar-benar bahagia."

Sebagian orang shalih lainnya mengutarakan manisnya kehidupan yang ia jalani, dengan berkata,
إِنَّ فِي الدُّنْيَا جَنَّةً مَنْ لَمْ يَدْخُلْهَا لَمْ يَدْخُلْ جَنَّةَ الآخِرَةِ
"Sungguh, di dunia terdapat surga, orang yang tidak berhasil menikmati surga dunia, niscaya tidak akan pernah masuk surga di akhirat."

Bagaimana dengan diri Anda, Saudaraku? Pernahkah Anda merasakah indahnya keyakinan iman selama hidup Anda di dunia ini? Pernahkah Anda merasakan betapa manisnya iman dan takwa kepada Allah Ta'ala?

Bila pernah, maka betapa bahagianya Anda, dan semoga Anda kembali merasakannya dan semakin besar rasa manis yang Anda dapatkan. Bila belum, maka marilah kita sama-sama berjuang menemukannya. Semoga Allah memudahkan perjuangan kita semua.

Sebaliknya, bila Anda tidak pernah atau kurang memperhatikan kebersihan pakaian dan perhiasan jiwa Anda, niscaya penampilan jiwa Anda kusam, kucel dan sudah barang tentu tidak menawan dan menyebalkan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الإِيْمَانَ لَيَخْلَقُ فِي جَوْفِ أَحَدِكُمْ كَمَا يَخْلَقَ الثَّوْبُ الخَلِقُ، فَاسْأَلُوا اللهَ أَنْ يُجَدِّدَ الإِيْمَانَ فِي قُلُوبِكُمْ
"Sesungguhnya iman yanga ada dalam dadamu dapat usang, sebagaimana halnya baju yang telah usang. Karenanya, mohonlah kepada Allah agar ia memperbaharui iman yang tersimpan dalam dadamu." (Hr. al-Hakim)

Relakah Anda bila jiwa Anda menjadi kusut, lekang, dan usang, bagaikan baju yang telah Anda kenakan selama bertahun-tahun sehinga bisa saja telah compang-camping?
Bagaimana perasaan Anda bila Anda menyadari bahwa keadaan jiwa Anda ternyata telah lama compang-camping?

Menurut hemat Anda, apa yang menjadikan jiwa Anda usang dan bahkan compang-camping?
Jawabannya hanya ada satu, yaitu akibat dari kemaksiatan yang anda lakukan sendiri.
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
"Sesungguhnya bila seorang hamba berbuat satu kesalahan, niscaya dititikkan pada hatinya satu titik hitam. Bila ia kembali dan memohon ampunan, maka hatinya kembali jernih. Dan bila ia (tidak memohon ampunan), malah mengulangnya kembali, maka titik hitamnya bertambah, hingga pada suatu saat titik-titik hitam itu memenuhi hatinya. Itulah yang dimaksud dengan kotoran yang disebutkan pada firman Allah,
كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
"Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu telah mengotori hati mereka." (Qs. al-Muthafifin: 14) (Hr. at-Tirmidzi)

Saudaraku, kemaksiatan kepada Allah Ta'ala, walau terasa manis, tetapi itu hanya sekejap, dan dalam sekejap berubah menjadi getir dan pahit. Bertahun-tahun, hati Anda kelam, jalan hidup menjadi gelap, dan derita dunia tak kunjung henti menghampiri Anda. Tidak mengherankan bila dunia yang begitu luas dan harta yang melimpah ruah, semua itu terasa sempit dan sedikit di hadapan Anda.
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
"Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (Qs. Thaha: 124)

Saya yakin, Anda tidak mendambakan kehidupan sengsara dan penuh dengan derita semacam ini.

Saudaraku, jangan biarkan jiwa Anda menjadi kusut dan usang karena amalan Anda sendiri. Bangkit dan kobarkan semangatmu untuk membersihkan jiwamu dan menumbuhkan kedamaian sejati dalam hidupmu!

Saudaraku, mungkin Anda bertanya, "Bagaimanakah caranya agar saya beisa merubah jalan hidup saya, dari kelam menjadi terang, dari sempit menjadi lapang, dan dari pahit menjadi manis?"

Mudah, Saudaraku! Berikut ini beberapa langkah mudah yang dapat Anda tempuh untuk mengubah warna dan rasa jalan hidup Anda:

1.   Berdoa. Mohonlah petunjuk dan kemudah kepada Allah agar kehidupan Anda menjadi lapang dan terasa manis nan indah, sebagaimana yang disebutkan pada hadits di atas.

2.   Kenali dan dekatkanlah diri Anda kepada Allah Ta'ala, dengan menjalankan ketaatan dengan ikhlas dan menjauhi kemaksiatan.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
"Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari hal yang telah mereka kerjakan." (Qs. an-Nahl: 97)

3. Membaca dan mempelajari al-Quran al-Karim dengan penuh penghayatan dan keimanan.
إِنَّ هَـذَا الْقُرْآنَ يِهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
"Sesungguhnya, al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal shalih, bahwa bagi mereka ada pahala yang besar." (Qs. al-Isra': 9)

4. Teladanilah gaya hidup dan pola pikir Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang shalih.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً
"Sesungguhnya telah pada (diri) Rasulullah ada suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah." (Qs. al-Ahzab: 21)

Dan masih banyak lagi amalan shalih, yang bila Anda lakukan dapat menabah iman dan menerangi jalan hidup Anda.

Semoga Allah Ta'ala menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang berhasil menikmati surga dunia sebelum menikmati surga akhirat. Salawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, dan sahabatnya.
اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الإِيمَانَ وَزَيِّنْهُ فِى قُلُوبِنَا وَكَرِّهْ إِلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ وَاجْعَلْنَا مِنَ الرَّاشِدِينَ
Ya Allah! Tumbuhkanlah pada diri kari kecintaan kepada iman, jadikanlah iman terasa indah dalam hati kami, dan jadikanlah kami membenci kekufuran,kefasikan dan kemaksiatan, serta jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk."

Amiin, Wallahu Ta'ala a'alam bisshawab.

 SOURCE :

Penulis: Dr. Muhammad Arifin Badri, MA.
Artikel: PengusahaMuslim.Com

Permak Pakaian yang Dilarang oleh Syariat Islam

permak_jeans_1.jpgPada satu malam di bulan Ramadan yang lalu, setelah selesai mengerjakan shalat tarawih di masjid Al-Hasanah sebelah utara Mirota Kampus, Yogyakarta, seseorang yang berprofesi sebagai tukang permak jeans yang mengeluhkan moralitas anak muda zaman ini. Beliau bercerita bahwa ada anak perempuan yang datang ke tempat mangkalnya sambil membawa celana panjang jeans yang masih utuh, lalu perempuan itu meminta kepada beliau agar celana tersebut dipotong sehingga hanya tersisa 20 cm dari pinggang, yang nantinya akan dia kenakan.
Otomatis, dengan bijak, bapak ini menolak permintaan si gadis. Hal ini karena bapak ini memiliki prinsip bahwa jasa pemotongan celana jeans dari konsumen wanita yang dia layani adalah jika dipotong di bawah lutut. Jika harus memotong lebih pendek dari batas itu, bapak ini akan menolak order yang datang. Tepatkah kaedah yang dianut oleh bapak tersebut? Bukankah bagian bawah lutut wanita masih terhitung aurat yang wajib ditutupi?
Lalu, halalkah uang yang didapatkan oleh si bapak yang berprofesi sebagai tukang permak jeans? Bolehkah berprinsip bahwa kemaksiatan dengan pakaian "ala kadarnya" tersebut adalah urusan konsumen?
Jawaban terkait dengan pertanyaan di atas bisa dijumpai dalam tanya jawab berikut ini:
Pertanyaan, “Aku adalah seorang penjahit. Aku membuat kain penutup untuk menghiasi kursi pengantin yang umumnya melangsungkan pesta pernikahan yang tidak sejalan dengan aturan Islam. Bahkan, dalam pesta pernikahan tersebut terdapat berbagai kemungkaran dan hal-hal yang haram. Apakah aku berdosa dengan perbuatanku ini? Apakah uang upah yang kudapatkan adalah uang yang haram?”
Jawaban, “Menjahitkan baju, kain gorden, dan kain hiasan yang digunakan untuk mendukung hal-hal yang haram adalah perbuatan yang terlarang. Di antara contohnya adalah menjahitkan kain gorden yang dipakai untuk ruangan dansa, disko atau pun nyanyian, menjahit kain sutra yang hendak dipakai oleh laki-laki, menjahitkan pakaian ketat atau pakaian yang mengumbar aurat untuk orang yang diyakini atau ada sangkaan kuat bahwa dia akan memakai pakaian tersebut dan mempertontonkannya kepada laki-laki ajnabi (bukan mahram), dan bentuk-bentuk lain yang intinya adalah membantu kesuksesan perbuatan yang haram.
Kaidah dalam masalah ini adalah 'haram hukumnya menjual, membuatkan, dan bekerja dengan suatu pekerjaan yang mendukung kemaksiatan kepada Allah'.
( وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (المائدة/ 2
Dalil kaidah di atas adalah firman Allah, yang artinya, 'Dan hendaknya kalian tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa dan janganlah tolong-menolong dalam dosa dan perbuatan yang kelewat dari batas yang diperbolehkan. Dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya, Allah itu sangat keras siksaannya.' (QS. Al-Maidah:2)
Ketika menjelaskan ayat di atas, Syekh Abdurrahman As-Sa’di mengatakan, 'Hendaknya sebagian kalian menolong sebagian yang lain untuk melakukan birr (kebaikan). 'Birr' adalah semua hal yang dicintai dan diridhai oleh Allah, baik berupa amalan badan atau pun amalan hati, baik terkait dengan hak Allah atau pun hak sesama manusia.
Pengertian 'takwa' dalam ayat ini adalah meninggalkan semua perkara yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya, baik berupa amalan badan atau pun amalan hati. Semua bentuk kebaikan yang diperintahkan atau pun kejelekan yang dilarang untuk dilakukan itu seharusnya dilakukan oleh seorang hamba baik, tanpa bantuan orang lain maupun dengan bantuan saudara seiman. Bantuan tersebut boleh jadi berupa kata-kata yang memotivasi atau pun tindakan nyata yang membantu terwujudnya hal tersebut.
Yang dimaksud dengan 'dosa' adalah kelancangan untuk melakukan berbagai maksiat yang menyebabkan pelakunya berdosa.
Yang dimaksud dengan 'tindakan kelewat batas' adalah menzalimi darah, harta, dan kehormatan orang lain. Semua bentuk maksiat dan kezaliman adalah suatu hal yang wajib dihindari oleh setiap orang, kemudian hendaknya dia membantu orang lain untuk meninggalkannya.
Sesungguhnya, Allah itu amat keras siksaannya terhadap semua orang yang durhaka kepada-Nya dan terhadap semua orang yang dengan lancang menerjang hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Jauhilah hal-hal yang diharamkan agar kalian tidak tertimpa azab di dunia maupun di akhirat.' (Tafsir As-Sa’di, hlm. 218)
Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, 'Orang yang membantu orang lain untuk bermaksiat kepada Allah adalah orang yang berdosa karena dia telah menolong orang lain untuk berbuat dosa dan permusuhan. Oleh karenanya, Nabi melaknat khamar, pembuatnya, orang yang memerintahkan untuk membuatnya (baca: pemilik pabrik khamar), orang yang membawa khamar kepada konsumen, pemesan khamar, penjual, pembeli, orang yang sekadar menuangkan khamar, peminumnya, dan orang yang menikmati hasil penjualan khamar.
Mayoritas orang-orang yang dilaknat di atas, semisal pembuat, pembawa, dan penuang khamar hanyalah berstatus membantu orang yang hendak meminumnya. Oleh karena itu, terlarang menjual senjata kepada orang yang akan menggunakan senjata tersebut dalam peperangan yang haram, semisal perang untuk menumpas orang Islam yang tidak bersalah atau perang saudara sesama muslim karena alasan yang tidak jelas.
Siapa saja yang mendapatkan uang karena menjual barang yang haram atau karena menjual jasa yang terlarang, semisal uang upah pemikul khamar, upah pembuat palang salib, upah melacur, dan semisalnya, uang-uang tersebut hendaknya disedekahkan dan pelakunya hendaknya bertobat kepada Allah dari pekerjaan yang haram itu.
Menyedekahkan uang-uang tersebut adalah bentuk kafarah (penghapus dosa) untuk pekerjaan haram yang telah dilakukan. Uang tersebut tidak boleh dimanfaatkan oleh orang yang mendapatkannya karena uang tersebut adalah penghasilan yang haram. Uang tersebut juga tidak boleh dikembalikan kepada orang yang memberikannya karena orang yang memberi uang tersebut telah mendapatkan hasil yang dia inginkan. Oleh sebab itu, satu-satunya pilihan: uang tersebut disedekahkan, sebagaimana yang ditegaskan oleh sebagian ulama. Demikianlah yang difatwakan oleh Imam Ahmad, para ulama Malikiah dan selainnya terkait dengan upah pembawa khamar.' (Majmu' Fatawa, 22:141--142)
Dalam Syarh ‘Umdah, 4:385--387, Ibnu Taimiyyah menukil pendapat Imam Ahmad yang mengharamkan profesi menjahitkan baju seragam para tentara yang suka berbuat aniaya, dan Imam Ahmad mengatakan bahwa jika ada penjahit yang melakukannya maka penjahit tersebut telah menolong para tentara tadi untuk melakukan tindakan aniaya.
Setelah itu, Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, 'Setiap pakaian--yang ada kemungkinan besar untuk digunakan untuk melakukan kemaksiatan--tidak boleh diperjualbelikan dan seseorang tidak boleh menjahitkannya untuk kepentingan orang yang akan memanfaatkan pakaian tersebut untuk melakukan kemaksiatan dan tindakan aniaya. Demikian pula dengan semua barang yang pada asalnya mubah namun diketahui bahwa barang tersebut akan dimanfaatkan untuk melakukan kemaksiatan.'
Berdasarkan uraian di atas maka menjahitkan kain penutup kursi pengantin, yang kursi tersebut akan dimanfaatkan untuk melakukan dosa dan kemaksiatan, adalah pekerjaan yang haram. Oleh karena itu, uang pendapatan yang didapatkan adalah uang yang haram. Anda berkewajiban untuk bertobat kepada Allah dan menyedekahkan uang yang Anda dapat karena pekerjaan tersebut. Semoga Allah menerima tobat Anda dan menggantikan untuk Anda pekerjaan yang lebih baik.”
oleh: Ust. Aris Munandar, S.S., M.A
Diterjemahkan dari http://www.islamqa.com/ar/ref/103789
SUMBER : Artikel www.PengusahaMuslim.com