Rabu, 04 Januari 2012

10 Hal yang Tidak Bermanfaat dan Sia-sia

10 Hal yang Tidak Bermanfaat dan Sia-sia

Image
Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.
Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan bahwa ada sepuluh hal yang tidak bermanfaat.
Pertama: memiliki ilmu namun tidak diamalkan.
Kedua: beramal namun tidak ikhlash dan tidak mengikuti tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketiga: memiliki harta namun enggan untuk menginfakkan. Harta tersebut tidak digunakan untuk hal yang bermanfaat di dunia dan juga tidak diutamakan untuk kepentingan akhirat.

Keempat: hati yang kosong dari cinta dan rindu pada Allah.
Kelima: badan yang lalai dari taat dan mengabdi pada Allah.
Keenam: cinta yang di dalamnya tidak ada ridho dari yang dicintai dan cinta yang tidak mau patuh pada perintah-Nya.
Ketujuh: waktu yang tidak diisi dengan kebaikan dan pendekatan diri pada Allah.
Kedelapan: pikiran yang selalu berputar pada hal yang tidak bermanfaat.
Kesembilan: pekerjaan yang tidak membuatmu semakin mengabdi pada Allah dan juga tidak memperbaiki urusan duniamu.
Kesepuluh: rasa takut dan rasa harap pada makhluk yang dia sendiri berada pada genggaman Allah. Makhluk tersebut tidak dapat melepaskan bahaya dan mendatangkan manfaat pada dirinya, juga tidak dapat menghidupkan dan mematikan serta tidak dapat menghidupkan yang sudah mati.
Itulah sepuluh hal yang melalaikan dan sia-sia. Di antara sepuluh hal tersebut yang paling berbahaya dan merupakan asal muasal segala macam kelalaian adalah dua hal yaitu: hati yang selalu lalai dan waktu yang tersia-siakan.
Hati yang lalai akan membuat seseorang mengutamakan dunia daripada akhirat, sehingga dia cenderung mengikuti hawa nafsu. Sedangkan menyia-nyiakan waktu akan membuat seseorang panjang angan-angan.
Padahal segala macam kerusakan terkumpul karena mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Sedangkan segala macam kebaikan ada karena mengikuti al huda (petunjuk) dan selalu menyiapkan diri untuk berjumpa dengan Rabb semesta alam.
Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Rujukan: Al Fawa’id, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, hal. 108,  Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, 1425 H.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com

 http://remajaislam.com/dunia-muda/tips/7-10-hal-yang-tidak-bermanfaat-dan-sia-sia.html

Cenderung Cinta Padanya

Cenderung Cinta Padanya


Untuk membuat seseorang akan tertarik pada kita, caranya adalah dengan mencari perhatiannya. Berbuatlah baik padanya, maka ia pun akan merasa diberi hati. Sehingga ia akan semakin lekat dan semakin menempel. Namun maksud tulisan ini bukanlah sebagai tips untuk muda-mudi yang hatinya sedang berbunga-bunga dengan kekasihnya. Tidak sama sekali, karena pacaran adalah jalan menuju zina dan jelas haramnya. Yang kami jelaskan di sini adalah tabiat hati yang cenderung akan menyukai orang yang berbuat baik padanya. Dan yang lebih terpenting adalah jika kecintaan tersebut dilandaskan cinta karena Allah.
Cenderung Cinta Padanya
Dalam sebuah atsar disebutkan,
جبلت القلوب على حب من أحسن إليها وبغض من أساء إليها
Tabiat hati adalah cenderung mencintai orang yang berbuat baik padanya dan membenci orang yang berbuat jelek padanya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 6: 2985, Abu Nu’aim dalam Al Hilyah 4: 131, Al Jami’ Ash Shogir 3580. As Suyuthi mengatakan hadits ini dho’if). Walaupun hadits ini dho’if, namun maknanya tepat dan benar.
Cintailah Karena Allah
Kecintaan seseorang pada orang yang suka berbuat baik padanya, itu memang boleh. Namun hendaklah kecintaan tersebut dibangun di atas kecintaan karena Allah. Artinya, standar kecintaan pada saudaranya seimbang dengan ketaatan saudaranya pada Allah. Jika saudaranya termasuk kalangan orang sholeh dan bertakwa, ia akan semakin cinta. Sebaliknya, cintanya akan semakin berkurang pada yang suka berbuat maksiat dan durhaka. Inilah maksud kecintaan karena Allah. Berarti kecintaan seseorang yang mencintai karena Allah akan berbeda pada pecandu rokok dan pada pemuda yang lisannya tidak pernah lepas dari dzikir. Kecintaan karena Allah itulah yang menuai kelezatan dan manisnya iman.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ
Tiga perkara yang seseorang akan merasakan manisnya iman : [1] ia lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang lainnya, [2] ia mencintai seseorang hanya karena Allah, [3] ia benci untuk kembali pada kekufuran sebagaimana ia benci bila dilemparkan dalam neraka.”  (HR. Bukhari no. 6941 dan Muslim no. 43)
Begitu juga dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan mengenai tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari yang tiada naungan selain dari-Nya. Di antara golongan tersebut adalah,
وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ
Dua orang yang saling mencintai karena Allah. Mereka berkumpul dan berpisah dengan sebab cinta karena Allah.” (HR. Bukhari no. 660 dan Muslim no. 1031)
Begitu pula dalam hadits Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ الْحُبُّ فِى اللَّهِ وَالْبُغْضُ فِى اللَّهِ
Sesungguhnya amalan yang lebih dicintai Allah ‘azza wa jalla adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR. Ahmad 5: 146 dan Abu Daud no. 4599. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirih, dilihat dari jalur lain)
Akan Dikumpulkan Bersama Orang yang Dicintai
Inilah di antara faedah besar seseorang mencintai saudaranya karena Allah atau termasuk dalam hal ini adalah mencintai Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”Orang tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari no. 6171 dan Muslim no. 2639)
Dalam riwayat lain, Anas mengatakan, “Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”Anas pun mengatakan, “Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.” (HR. Bukhari no. 3688)
Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ وَأَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
Seseorang akan bersama dengan orang yang ia cintai. Dan engkau akan bersama orang yang engkau cintai.” (HR. Tirmidzi no. 2385. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnu Hajar berkata, “Maksud ‘sesungguhnya engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai’ adalah engkau akan didekatkan dengan mereka, begitu pula hal ini termasuk dalam golongan yang ia cintai. Bagaimana jika kedudukan di surga di antara mereka bertingkat-tingkat derajat? Apakah masih tetap dikatakan bersama? Jawabnya, tetap masih disebut bersama. Selama masih ada kesamaan, seperti sama-sama masuk surga, maka itu pun disebut bersama. Jadi tidak mesti bersama dalam segala sisi. Jika semuanya tadi masuk surga, itu sudah disebut bersama walau berbeda-beda derajat.” (Fathul Bari, 10: 555)
Kecintaan yang Mubah
Kecintaan biasa yang sifatnya mubah (baca: boleh-boleh saja) tidak menyebabkan kecintaan tersebut terbawa sampai akhirat. Derajat mereka akan tergantung pada amalnya dan sesuai karunia Allah Ta’ala. Patut direnungkan firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا يَخَافُ ظُلْمًا وَلَا هَضْمًا
Dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya.” (QS. Thoha: 112)
Intinya kecintaan yang bermanfaat adalah kecintaan karena Allah sebagaimana firman Allah Ta’ala,
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az Zukhruf: 67)[1]
Ya Allah, tumbuhkanlah rasa cinta kami terhadap sesama yang dilandasi kecintaan karena-Mu. Aamiin Ya Mujibbas Saa-ilin.

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 13 Muharram 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com


[1] Tulisan di atas dikembangkan dari tulisan pada link:
http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=168325


 http://remajaislam.com/gaya-muda/cinta/168-cenderung-cinta-padanya.html

Kiat Menghafal Al Qur’an (2)

Kiat Menghafal Al Qur’an (2)

Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Sebelumnya telah diulas mengenai modal awal untuk menghafal Al Qur’an. Ringkasnya modal yang harus dimiliki adalah punya motivasi yang kuat untuk menghafal Al Qur’an karena mengingat keutamaanya yang luar biasa. Lalu luruskanlah niat untuk ikhlas pada Allah. Pantangan besar yang harus dijauhi adalah maksiat. Lalu rajin dalam mengulang hafalan. Berikut kami jelaskan bagaimana kiat lebih detailnya.

Pertama: Mulai menghafal dari satu mushaf, tidak berganti-ganti. Karena inilah di antara sebab yang membuat kita cepat lupa. Perlu diketahui bahwa ketika kita telah menghafal satu halaman mushaf, maka kita biasanya akan bergantung dan ingatan kita akan selalu mengarah ke lembaran yang telah kita hafal. Posisi ayat yang telah dihafal akan diketahui di atas, ataukah di bawah, di kanan ataukah di kiri. Sehingga jika kita berganti-ganti mushaf, itu akan menyulitkan kita sendiri. Jadi pilihlah satu mushaf standar untuk hafalan kita seperti mushaf Madinah. Dan lebih bagus lagi memilih yang berukuran kecil agar bisa di bawa ke mana-mana dan mudah ditaruh di saku.
Kedua: Berusaha setiap harinya menetapkan target hafalan, misalnya sebanyak satu atau setengah halaman mushaf, atau mungkin hanya satu ayat setiap harinya, namun rutin dihafal.
Ketiga: Mulai membaca ayat pertama dan diulang sampai 20 kali. Lalu membaca ayat kedua, diulang sampai 20 kali, sampai membaca seluruh ayat dalam setengah halaman dengan pengulangan yang sama. Lalu mengulang ayat dalam setengah halaman tadi secara keseluruhan dengan pengulangan sebanyak 20 kali. Kemudian sisa setengah halaman yang ada dibaca dan dilakukan pengulangan dengan cara yang sama dengan sebelumnya.
Keempat: Jika ingin menambah hafalan baru pada hari berikutnya, maka sebelum menambah dengan hafalan baru, bacalah hafalan lama dari ayat pertama hingga terakhir sebanyak 20 kali. Hal ini supaya hafalan tersebut kokoh dan kuat dalam ingatan. Kemudian barulah memulai hafalan baru dengan cara yang sama seperti yang dilakukan ketika menghafal ayat-ayat sebelumnya.
Jika tidak melakukan seperti ini, bila kita hanya rajin menambah hafalan, itu bisa membuat hafalan sebelum-sebelumnya hilang. Jadi rajinlah muroja’ah (mengulang hafalan) daripada menambah hafalan baru atau rajinlah menggabungkan kedua-duanya. Kita bisa terus mengulang seperti ini dalam shalat-shalat sunnah kita seperti dalam shalat rawatib atau shalat tahajud.
Kelima: Setorkan hafalan pada guru atau partner yang bisa membenarkan bacaan jika salah, lebih baik lagi pada para hafizh quran.
Keenam: Pilih waktu terbaik untuk menghafal quran. Misalnya untuk mengulang hafalan adalah di waktu Shubuh, sedangkan menambahnya adalah di malam hari sebelum tidur, lalu disetorkan. Atau bisa pula gunakan waktu antara adzan dan iqomah, atau waktu sebelum atau sesudah shalat lima waktu untuk menambah dan mengulangi hafalan. Waktu-waktu senggang pun ketika berada di antrian, berada di taxi, itu pun bisa diisi dengan hafalan. Keep your time in the useful things ...
Ketujuh: Lebih baik menghafal dari surat An Naas (belakang mushaf) hingga bagian depan karena itu lebih mudah. Jika melakukan seperti ini, kita akan mulai menghafal dari ayat-ayat yang pendek dan mudah diingat. Apalagi kita akan sering mendengar ayat-ayat yang berada di belakang mushaf karena imam masjid seringnya membaca surat-surat pendek sehingga hal ini akan mudah mengokohkan hafalan kita.
Kedelapan: Menetapkan waktu untuk muroja’ah (mengulang hafalan). Misalnya satu hari punya target menambah hafalan sebanyak 1 halaman, sedangkan muroja’ah sebanyak 4 halaman s/d 1 juz. Ini bertujuan agar hafalan yang telah lalu tetap terus terjaga dan kita bisa kontinu untuk menambah hafalan baru. Lalu tetapkan waktu pula misalnya jika kita telah menghafal 5 juz Al Qur’an, maka tetapkan waktu selama 2 minggu untuk mengulang 5 juz itu saja, lalu setelah itu baru menambah hafalan yang baru. Intinya, jangan terburu-buru menambah hafalan sebelum mengulang hafalan yang telah ada.
Kesembilan: Setiap yang menghafalkan Al Qur’an pada 2 tahun pertama biasanya akan mudah hilang apa yang telah ia hafalkan, masa ini disebut masa "tajmi'" (pengumpulan hafalan), maka jangan bersedih karena sulitnya mengulang atau banyak kelirunya dalam hafalan, ini merupakan masa cobaan bagi para penghafal Al Qur’an, dan ini adalah masa yang rentan dan bisa menjadi pintu syetan untuk menggoda dan berusaha untuk menghentikan dari menghafal, maka jangan pedulikan godaannya dan teruslah menghafal, karena menghafal Al Qur’an merupakan harta yang sangat berharga dan tidak tidak diberikan kecuali kepada orang yang dikaruniai Allah Ta’ala.
Akhirnya kita memohon kepada-Nya agar termasuk menjadi hamba-hamba- Nya yang diberi taufiq untuk menghafal dan mengamalkan kitabNya dan mengikuti sunnah nabi-Nya dalam kehidupan yang fana ini.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al Qomar: 17).
Semoga Allah menjadikan kita menjadi ahli Al Qur’an, mudah menghafal dan mentadaburinya.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.


Referensi:
  1. Penjelasan Syaikh Dr. Al Muhsin bin Muhammad Al Qosim, imam dan khotib Masjid Nabawi pada situs ahlalhdeeth.com
  2. Berbagai sumber bacaan di internet
  3. Pengalaman penulis yang berusaha untuk menjadi ahli al quran.

@ Sabic Lab, Riyadh KSA, 5 Muharram 1432 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com

 http://remajaislam.com/dunia-muda/tips/159-kiat-menghafal-al-quran-2.html

Kiat Menghafal Al Qur’an

Sungguh menghafal Al Qur’an memiliki keutamaan yang luar biasa. Lembaran ini berisi uraian singkat mengenai keutamaan menghafal Al Qur’an dan kiat utama untuk menghafalkannya. Moga semakin menyemangati para remaja muslim sekalian.

Keutamaan Penghafal Al Qur’an
Orang yang menghafal Al Qur’an akan mudah mendapatkan syafa’at di hari kiamat kelak. Dari Abu Umamah Al Bahiliy, (beliau berkata), “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ
Bacalah Al Qur’an karena Al Qur’an akan datang pada hari kiamat nanti sebagai syafi’ (pemberi syafa’at) bagi yang membacanya.” (HR. Muslim no. 1910)
Di akhirat, hafalannya akan menolong dirinya untuk menggapai derajat mulia. Dari Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِى الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا
Dikatakan kepada orang yang membaca (menghafalkan) Al Qur’an nanti : ‘Bacalah dan naiklah serta tartillah sebagaimana engkau di dunia mentartilnya. Karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca (hafal).” (HR. Abu Daud no. 1464 dan Tirmidzi no. 2914, shahih kata Syaikh Al Albani). Yang dimaksudkan dengan ‘membaca’ dalam hadits ini adalah menghafalkan Al Qur’an. Perhatikanlah perkataan Syaikh Al Albani berikut dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 2440:
“Ketahuilah bahwa yang dimaksudkan dengan shohibul qur’an (orang yang membaca Al Qur’an) di sini adalah orang yang menghafalkannya dari hati sanubari. Sebagaimana hal ini ditafsirkan berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain, ‘Suatu kaum akan dipimpin oleh orang yang paling menghafal Kitabullah (Al Qur’an).’
Kedudukan yang bertingkat-tingkat di surga nanti tergantung dari banyaknya hafalan seseorang di dunia dan bukan tergantung pada banyak bacaannya saat ini, sebagaimana hal ini banyak disalahpahami banyak orang. Inilah keutamaan yang nampak bagi seorang yang menghafalkan Al Qur’an, namun dengan syarat hal ini dilakukan untuk mengharap wajah Allah semata dan bukan untuk mengharapkan dunia, dirham dan dinar. Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
أَكْثَرَ مُنَافِقِي أُمَّتِي قُرَّاؤُهَا
Kebanyakan orang munafik di tengah-tengah umatku adalah qurro’uha (yang menghafalkan Al Qur’an dengan niat yang jelek).” (HR. Ahmad, sanadnya hasan sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth).” [Makna qurro’uha di sini adalah salah satu makna yang disebutkan oleh Al Manawi dalam Faidhul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 2: 102 (Asy Syamilah)]
Tidakkah kita ingin mendapatkan kedudukan mulia di sisi Allah? Moga dengan modal ikhlas dan menjauhi maksiat, kita dimudahkan untuk menghafalkan Al Qur’an.
Modal Utama: Ikhlas dan Jauhi Maksiat
Jadikanlah niat dan tujuan menghafal Al Qur’an untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Janganlah tujuan kita menghafal Al Qur’an untuk meraih kedudukan di tengah-tengah manusiam, meraup keuntungan dunia, upah atau hadiah. Ikhlas dan ikhlas-lah dalam menghafalnya. Karena ingatlah Allah tidak menerima sedikit pun dari amalan yang tidak ikhlas, yang tercampur kesyirikan di dalamnya. Allah tidak mau diduakan dalam ibadah, termasuk dalam menghafal kalam-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dan (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5).
Kemudian, modal yang utama lagi bagi penghafal qur’an adalah ia harus menjauhi maksiat. Maka ia tidak hobi mendengar musik, menjauhi pacaran dan pantangan maksiat lainnya. Karena itu tentu saja akan mengganggu hafalannya. Allah Ta’ala berfirman,
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al Muthoffifin: 14) Mujahid rahimahullah mengatakan, “Hati itu seperti telapak tangan. Awalnya ia dalam keadaan terbuka dan jika berbuat dosa, maka telapak tangan tersebut akan tergenggam. Jika berbuat dosa, maka jari-jemari perlahan-lahan akan menutup telapak tangan tersebut. Jika ia berbuat dosa lagi, maka jari lainnya akan menutup telapak tangan tadi. Akhirnya seluruh telapak tangan tadi tertutupi oleh jari-jemari.” (Fathul Qodir, Asy Syaukani, Mawqi’ At Tafasir, 7: 442). Jika hati semakin kelam, maka akan sulit melakukan ketaatan, sulit menghafal dan melekatkan Al Qur’an pada hati.
Imam Syafi’i berkata,
شَكَوْت إلَى وَكِيعٍ سُوءَ حِفْظِي فَأَرْشَدَنِي إلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي وَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ الْعِلْمَ نُورٌ وَنُورُ اللَّهِ لَا يُهْدَى لِعَاصِي
Aku pernah mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.” (I’anatuth Tholibin, 2: 190). Ingat sekali lagi bahaya maksiat dan dosa bagi penghafal Al Qur’an. Ini pantangan berat yang mesti dijauhi. Semoga dengan taufik Allah, kita bisa menghindari maksiat dan berbagai macam dosa.
Rajin Mengulang Hafalan
Ini juga adalah modal yang amat utama. Bukanlah yang paling urgent, kita rajin menambah hafalan. Yang lebih penting adalah mengulang dan terus mengulang setiap hari. Oleh karena itu, para ulama memberi kiat agar kita bisa menambah diikuti dengan mengulang (muroja’ah) hafalan. Karena jika kita hanya rajin menambah, hafalan terdahulu bisa cepat hilang. Itulah jadi sebab mengapa para penghafal Al Qur’an jadi putus di tengah jalan.
Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا مَثَلُ صَاحِبِ الْقُرْآنِ كَمَثَلِ الإِبِلِ الْمُعَقَّلَةِ إِنْ عَاهَدَ عَلَيْهَا أَمْسَكَهَا وَإِنْ أَطْلَقَهَا ذَهَبَتْ
Sesungguhnya orang yang menghafalkan Al Qur’an adalah bagaikan unta yang diikat. Jika diikat, unta itu tidak akan lari. Dan apabila dibiarkan tanpa diikat, maka dia akan pergi.” (HR. Bukhari no. 5031 dan Muslim no. 789).
Dalam riwayat Muslim yang lain terdapat tambahan,
وَإِذَا قَامَ صَاحِبُ الْقُرْآنِ فَقَرَأَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ذَكَرَهُ وَإِذَا لَمْ يَقُمْ بِهِ نَسِيَهُ
Apabila orang yang menghafal Al Qur’an membacanya di waktu malam dan siang hari, dia akan mengingatnya. Namun jika dia tidak melakukan demikian, maka dia akan lupa.” (HR. Muslim no. 789)
Adapun cara menghafal Qur’an secara lebih detail akan kami tampilkan di bahasan lainnya, insya Allah.
Moga Allah memudahkan kita untuk menjadi ahli Al Qur’an. Wallahu waliyyut taufiq.

@ Sabic Lab, Riyadh KSA, 23 Dzulhijjah 1432 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel  www.remajaislam.com

http://remajaislam.com/dunia-muda/tips/149-kiat-menghafal-al-quran.html

Obat Ketika Merindukan Si Dia

Tak bisa disangkal, manusia akan selalu bersentuhan dengan cinta. Sementara kecintaan memberikan buah kerinduan. Orang yang mencinta akan rindu kepada orang yang dicintainya.
Kerinduan kepada kekasih, seringkali membekaskan duka. Karena sudah tahu bahwa pacaran bukanlah jalan yang halal untuk ditempuh, maka nikahlah satu-satunya yang jadi pilihan. Padahal si pria belum mampu memberi nafkah lahir. Wanita pun masih muda dan dituntut oleh orang tua untuk menyelesaikan sekolah atau meraih gelar. Akhirnya, karena tidak kesampaian untuk nikah, maka pacaran terselubung sebagai jalan keluar karena tidak kuat menahan rasa rindu pada si dia. Lewat chatting, inbox FB atau sms jadi jalur alternatif.
Inilah yang dialami pemuda masa kini. Mungkin juga dialami para aktivis dakwah. Agar dikira tidak melalui pacaran, maka sms dan chatting yang jadi pilihan. Seharusnya rasa rindu ini bisa dipendam dengan melakukan beberapa kiat yang akan kami utarakan[1]. Semoga Allah senantiasa memberi taufik.
Terapi dari Rasa Rindu dengan Segera Nikah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah[2], maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.”[3]
Yang dimaksud dengan syabab (pemuda) di sini adalah siapa saja yang belum mencapai usia 30 tahun. Inilah pendapat ulama-ulama Syafi’iyah.[4]
Secara bahasa, baa-ah bermakna jima’ (berhubungan suami istri). Sedangkan mengenai makna baa’ah dalam hadits di atas terdapat ada dua pendapat di antara para ulama, namun intinya kembali pada satu makna.
Pertama: makna baa-ah adalah sebagaimana makna secara bahasa yaitu jima’. Sehingga makna hadits adalah barangsiapa yang mempunyai kemampuan untuk berjima’ karena mampu memberi nafkah nikah, maka menikahlah. Barangsiapa yang tidak mampu berjima’ karena ketidakmampuannya memberi nafkah, maka hendaklah ia memperbanyak puasa untuk menekan syahwatnya dan untuk menghilangkan angan-angan jeleknya.
Pendapat kedua: makna baa-ah adalah kemampuan memberi nafkah. Dimaknakan demikian karena konsekuensi dari seseorang mampu berjima’, maka tentu ia harus mampu memberi nafkah. Sehingga makna hadits adalah barangsiapa yang telah mampu memberi nafkah nikah, maka hendaklah ia menikah. Barangsiapa yang tidak mampu, maka berpuasalah untuk menekan syahwatnya.
Jadi maksud dari dua pendapat ini adalah sama yaitu harus punya kemampuan untuk memberi nafkah. Sehingga inilah yang menjadi syarat seseorang (khususnya pria) untuk membina rumah tangga dengan kekasih pilihan, yaitu ia memiliki kemampuan untuk memberi nafkah keluarga. Hal ini yang banyak disalahpahami sebagian pemuda. Mereka ngebet minta nikah pada ortunya. Padahal sesuap nasi saja masih ngemis pada ortunya. Hanya Allah yang memberi taufik.
Dari sini, barangsiapa yang memiliki kemampuan, maka segeralah untuk menikah guna memadamkan rasa rindu yang ada. Menikah di sini tidak mesti dengan orang yang selalu dirindukan. Boleh jadi, juga dengan orang lain. Karena nikah telah mencukupkan segala kebutuhan jiwa di samping dalam nikah akan ditemui banyak keberkahan. Jika memungkinkan menikah dengan orang yang dirindukan, maka menikahlah dengannya. Ini merupakan terapi manjur.
Berusaha untuk Ikhlas dalam Beribadah
Ikhlas adalah obat manjur penyakit rindu. Jika seseorang benar-benar ikhlas menghadapkan diri pada Allah, maka Allah akan menolongnya dari penyakit rindu dengan cara yang tak pernah terbetik di hati sebelumnya. Cinta pada Allah dan nikmat dalam beribadah akan mengalahkan cinta-cinta lainnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sungguh, jika hati telah merasakan manisnya ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya, niscaya ia tidak akan menjumpai hal-hal lain yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat dan lebih baik daripada Allah. Manusia tidak akan meninggalkan sesuatu yang dicintainya, melainkan setelah memperoleh kekasih lain yang lebih dicintainya. Atau karena adanya sesuatu yang ditakutinya. Cinta yang buruk akan bisa dihilangkan dengan cinta yang baik. Atau takut terhadap sesuatu yang membahayakannya.”
Hati yang tidak ikhlas akan selalu diombang-ambingkan nafsu, keinginan, tuntutan serta cinta yang memabukkan. Keadaannya tak beda dengan sepotong ranting yang meliuk ke sana kemari mengikuti arah angin.
Banyak Memohon pada Allah
Setiap do’a yang kita panjatkan pasti akan bermanfaat. Boleh jadi do’a tersebut segera dikabulkan oleh Allah. Boleh jadi sebagai simpanan di akhirat. Boleh jadi dengan do’a kita tadi, Allah akan menghilangkan kejelekan yang semisal.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »
Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selam tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allahu akbar (Allah Maha besar).”[5]
Ketika seseorang berada dalam kesempitan dan dia bersungguh-sungguh dalam berdo’a, merasakan kebutuhannya pada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan do’anya. Termasuk di antaranya apabila seseorang memohon pada Allah agar dilepaskan dari penyakit rindu dan kasmaran yang terasa mengoyak-ngoyak hatinya. Penyakit yang menyebabkan dirinya gundah gulana, sedih dan sengsara. Oleh karena itu, perbanyaklah do’a.
Memenej Pandangan
Pandangan yang berulang-ulang adalah pemantik terbesar yang menyalakan api hingga terbakarlah api dengan kerinduan. Orang yang memandang dengan sepintas saja jarang yang mendapatkan rasa kasmaran. Namun pandangan yang berulang-ulanglah yang merupakan biang kehancuran. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk menundukkan pandangan agar hati ini tetap terjaga. Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.”[6]
Mujahid mengatakan,
غَضُّ الْبَصَرِ عَنْ مَحَارِمِ اللَّهِ يُورِثُ حُبَّ اللَّهِ
“Menundukkan pandangan dari berbagai hal yang diharamkan oleh Allah, akan menimbulkan rasa cinta pada Allah.”[7] Berarti menahan pandangan dari wanita yang bukan mahrom akan menimbulkan rasa cinta pada Allah. Menundukkan pandangan yang dimaksud di sini ada dua macam yaitu memandang aurat sesama jenis dan memandang wanita yang bukan mahram.
Tiga faedah dari menundukkan pandangan telah disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.[8]
Pertama: Akan merasakan manis dan lezatnya iman. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, Dia akan memberi ganti dengan yang lebih baik.
Kedua: Akan memberi cahaya pada hati dan akan memiliki firasat yang begitu cemerlang.
Ketiga: Akan lebih menguatkan hati.
Lebih Giat Menyibukkan Diri
Dalam situasi kosong kegiatan biasanya seseorang lebih mudah untuk berangan memikirkan orang yang ia cintai. Dalam keadaan sibuk luar biasa berbagai pikiran tersebut mudah untuk lenyap begitu saja. Oleh karena itu, untuk memangkas kerinduan seseorang hendaknya menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat baik untuk dunia atau akhirat. Hakikat dari rasa rindu adalah kesibukan hati yang kosong. Di kala sepi sendiri, tanpa aktivitas muncullah bayangan sang kekasih, wajah, gerak-gerik, dan segala yang berkaitan dengannya. Seluruhnya hanya sekedar bayangan dan khayalan yang berakhir dengan kesedihan diri. Tiada manfaatnya sedikit pun bagi kehidupan kita.
Ibnul Qayyim menyebutkan nasehat seorang sufi yang ditujukan pada Imam Asy Syafi’i. Ia berkata,
وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ
Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”[9]
Menghindari Nyanyian dan Film Percintaan
Nyanyian dan film-film percintaan memiliki andil besar untuk mengobarkan kerinduan pada orang yang dicintai. Apalagi jika nyanyian tersebut dikemas dengan mengharu biru, mendayu-dayu tentu akan menggetarkan hati orang yang sedang ditimpa kerinduan. Akibatnya rasa rindu kepadanya semakin memuncak, berbagai angan-angan yang menyimpang pun terbetik dalam hati dan pikiran. Bila demikian, sudah layak jika nyanyian dan tontonan seperti ini dan secara umum ditinggalkan. Demi keselamatan dan kejernihan hati. Sehingga sempat diungkapkan oleh beberapa ulama nyanyian adalah mantera-mantera zina.
Ibnu Mas’ud mengatakan, “Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air menumbuhkan sayuran.
Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera zina.
Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.[10]
Imam Asy Syafi’i berkata, “Nyanyian adalah suatu hal yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan. Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya tertolak.[11]
Bayangkan Kekurangan Si Dia
Ingatlah selalu, orang yang engkau rindukan bukanlah pribadi yang sempurna. Ia sangat banyak kekurangan, sehingga tidak layak untuk dipuja, disanjung atau senantiasa dirindukan. Orang yang dirindukan sebenarnya tidak seperti yang dikhayalkan dalam lamuman.
Ibnul Jauzi berkata, “Sesungguhnya manusia itu penuh dengan najis dan kotoran. Sementara orang yang dimabuk cinta senantiasa melihat kekasihnya dalam keadaan sempurna. Disebabkan cinta ia tidak lagi melihat adanya aib.”
Kita bisa menghukumi sesuatu dengan timbangan keadilan sedangkan orang yang sedang kasmaran tengah dikuasai oleh hawa nafsunya sehingga tak dapat bersikap dengan adil. Kecintaannya menutupi seluruh aib yang dimiliki oleh pasangannya.
Para ahli hikmah berkata, “Mata yang diliputi oleh hawa nafsu akan menjadi buta.”
Semoga Allah memberi taufik. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com
Pangukan, Sleman, Kamis, 24 Dzulqo’dah 1430 H


[1] Kiat-kiat ini kami olah dari pembahasan Majalah Elfata, edisi 02, volume 05, tahun 2005.
[2] Baa-ah ada tiga penyebutan lainnya: [1] al baah (الْبَاءَة), [2] al baa’ (الْبَاء), dan [3] al baahah (الْبَاهَة). Lihat Syarh Muslim, An Nawawi, 5/70, Mawqi’ Al Islam.
[3] HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400.
[4] Lihat Syarh Muslim, 5/70.
[5] HR. Ahmad no. 11149, 3/18, dari Abu Sa’id. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (bagus). Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.
[6] HR. Muslim no. 2159.
[7] Majmu’ Al Fatawa, 15/394, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H
[8] Majmu’ Al Fatawa, 15/420-426
[9] Al Jawabul Kafi, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 109, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah
[10] Lihat Talbis Iblis, 289, Asy Syamilah
[11] Talbis Iblis, 283


http://remajaislam.com/gaya-muda/cinta/17-obat-ketika-merindukan-si-dia.html