Selasa, 31 Mei 2011

Jagalah Masa Mudamu




Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya dan para pengikutnya
Sejarah telah mencatat dengan tinta emasnya para pemuda  yang telah mengisi lembaran hidupnya dengan prestasi gemilang,  sehingga mulia dihadapan Allah dan juga mulia dihadapan manusia. Mereka diantaranya sepreti  Ibrahim, Yusuf, Musa ‘alaihimus salam serta ashaabul kahfi sebagaimana kisah mereka telah disebut dalam al Qur’an. Allah berfirman tentang ashaabul kahfi,
إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَداً
(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdo’a: “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini). (QS. Al- Kahfi: 10)
Begitu juga di permulaan lembaran sejarah Islam, yang tak kosong dari catatan kehidupan pemuda-pemuda pilihan, sebut saja Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu(duta Rasulullah pertama di Madinah) , Abu Ubaidah bin Jarrah radhiyallahu ‘anhu (orang kepercayaan umat ini) dan yang lainnya.
Sebelum Engkau Menyesal
Banyak hadist dari Rasulallah yang menunjukan betapa pentingnya masa muda. Diantaranya adalah sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam,
Gunakanlah lima perkara sebelum terjadi lima perkara: Masa mudamu sebelum tiba masa tuamu, masa sehatmu sebelum tiba masa sakitmu, masa lapangmu sebelum tiba masa sibukmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu dan masa hidupmu sebelum tiba masa ajalmu1
Masa muda adalah masa yang penuh dengan berbagai warna bagi setiap anak manusia. Masa transisi dimana seorang pemuda berusaha  mencari jati dirinya. Dan juga merupakan masa keemasan bagi setiap orang untuk mengukir prestasi dalam lebaran hidupnya. Namun disayangkan, tak sedikit juga yang telah menghancurkan hidupnya dengan menyia-nyiakan masa tersebut, kehilangan jati dirinya dimasa muda dan berujung  penyesalan di masa tua.
Sebagaimana dikatakan dalam sebuah syair,
ألا ليت الشباب يعود يوماً *** فأخبره بما فعل المشيب
Sekali-kali tidak, andaikata masa muda itu berulang barang satu hari saja
Akan aku beritahukan penyesalan orang-orang (tua) yang telah beruban2

Jangan hanya berangan
Masa muda, perahu untuk menuju kesuksesan di hari tua. Jangan engkau sia-siakan! Dan jangan pula hanya engkau isi dengan angan-angan kosong! Berangan untuk selalu hidup bahagia tanpa perjuangan, sebagaimana perkataan sebagian orang “kecil manja-manja, muda foya-foya , tua kaya-raya, mati masuk surga”!??
Setiap kesuksesan memiliki jalan untuk mencapainya. Jika engkau ingin cerdas maka rajinlah belajar, jika engkau ingin kaya maka rajinlah berkerja, jika engkau ingin masuk surga maka tempuhlah jalannya. Sangat aneh jika seseorang ingin sukses tetapi  tidak mengempuh jalannya atau malah menempuh jalan sebaliknya. Alangkah indahnya untaian sya’ir imam asy Syafii rahimahullah dalam diwannya,
تَبْغي النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ طَرِيقَتَهَا ** إنَّ السَّفِينَةَ لاَ تَجْرِي عَلَى اليَبَسِ
Engkau mengendaki kesuksesan namun engkau tidak menempuh jalannya..
Sesungguhnya perahu tidak berjalan diatas padang pasir3
Jagalah masa mudamu
Jagalah masa mudamu, karena engkau akan ditanya tentangnya. Engkau akan ditanya tentang setiap hal yang telah engkau kerjakan di masa muda, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam,
لا تزول قدم العبد فى يوم القيامة حتى تسئل عن اربع عن عمره فيم افناه وعن شبابه فيم ابلاه وعن ماله من اين اكتسبه وفيم انفقه وعن علمه ماذا عمل به
Takkan bergeser kedua kaki manusia pada hari kiamat sampai selesai ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa dihabiskan; tentang masa mudanya, untuk apa dipergunakan; tentang hartanya, dari mana diperoleh dan untuk apa dibelanjakan; dan tentang ilmunya, apa yang sudah diperbuat dengannya.4
Jagalah masa mudamu dengan berhias ibadah kepadaNya
Saudaraku, jangan tertipu dengan banyaknya pemuda yang tenggelam dalam syahwat dunia di zaman kita ini. Hiasilah dirimu dengan ibadah kepada Tuhanmu. Apakah engkau tidak ingin menjadi salah satu orang yang mendapat naungan dari Allah di hari kiamat kelak? Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللَّهِ ..
Tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah Ta’ala pada hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNya: Imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah..5

Isilah masa mudamu dengan mencari ilmu
Selain amal shalih, sebaik-baik bekal yang harus dipersiapkan seorang pemuda adalah ilmu. Karena ilmulah yang akan menerangi kehidupan seseorang. Ilmu akan mengantarkan seseorang kepada pemahaman yang benar terhadap agamanya . Dimana kepahaman terhadap agama merupakan salah satu  tanda kebaikan pada seseorang, sebagaimana Rasulullah bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْن
“Barangsiapa dikehendaki baginya kebaikan oleh Allah, Maka Dia akan memberikan pemahaman agama kepadanya.”6
Hendaknya kita isi masa muda kita dengan mencari ilmu. Jangan sampai kita sibuk dengan hal lain yang melalaikan dari ilmu. Jangan sampai juga kita putus asa karena merasa berat menuntut ilmu, semua butuh perjuangan. Tidak heran jika al Imam asy Syafi’i rahimahullah sampai mengatakan,
مَنْ لَمْ يَذُقْ مُرَّ التَّعَلُّمِ سَاعَةً          تَجَرَّعَ ذُلُّ الْجَهْلِ طُوْلَ حَيَاتِهِ
وَ مَنْ فَاتَهُ التَّعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِهِ         فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبَعًا لِوَفَاتِهِ
Barangsiapa yang tidak pernah mencicipi pahitnya belajar
Maka dia akan meneguk hinanya kebodohan di sepanjang hidupnya
Barangsiapa yang tidak menuntut ilmu di masa muda
Maka bertakbirlah empat kali, karena sungguh dirinya telah wafat7

Jagalah waktumu karena ia tidak akan berulang
Waktu, salah satu ni’mat yang dianggap sepele dan sering dilalaikan oleh kebanyakan manusia khususnya para pemuda. Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Ada dua ni’mat yang dilalaikan oleh manusia, manusia tertipu dengan nikmat tersebut: yaitu nikmat sehat dan waktu kosong.” 8
Jangan sampai kita hanya menghabiskan waktu kita hanya untuk hal-hal yang sia-sia seperti menonton bola, kongkow-kongkow, dan perbuatan sia-sia lainnya. Isilah waktu-waktu yang kita miliki untuk belajar, untuk menghafalkan Al-Qur’an dan hadist, untuk berdakwah dan hal-hal lainnya yang bermanfaat.

Semoga bermanfaat, Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulallah serta keluarga dan sahabatnya.



Selesai ditulis di Riyadh, 5 Rabi’ul Awwal 1432 H (8 Februari 2011)
Abu Zakariya Sutrisno
Artikel: www.thaybah.or.id / www.ukhuwahislamiah.com
Maraji’:
[1].  HR. Al-Hakim, Baihaqi, Ibnu Abi’ddunia, Ibnul-Mubarrak
[2].  Sya’ir ini disebutkan dalam kitab Tuhfatus Saniyah bi Syarhil Muqadimah aj Jurumiyah (cet. Makt.Hira’ hal 83)
[3].  Lihat dalam diwan imam asy Syafi’i bagian kumpulan qosidah yang diakhiri huruf syin (س).
Adapun lafadz dalam diwan abu Athahiyah : ترجو النجاة و لم تسلك مسالكها *** إن السفينة لا تجري على اليبس
[4].  HR. At-Tirmidzi no.2417, dan beliau berkata: “hadits hasan shahih”, dan diriwayatkan dari shahabat Abu Barzah Nadhlah bin ‘Ubaid Al-Aslami, dan dikeluarkanAl-Khathib dalam kitab Iqtidha’ Al-Ilmi wal Amal. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi 2417, beliau juga berkata dalam Ash-Shahih Al-Jami’ hadits no. 7300: “shahih”, dan dalam As-Silsilah Ash-Shahihah hadits no. 946
[5].  HR. Bukhari: no. 1432 dan Muslim no. 1031
[6].  Diriwatkan oleh sahabat Muawiah, muttafaqun ‘alaihi. Bukhari no.71 dan Shahih Muslim no.1037
[7]. Diwan al Imam asy Syafi’i
[8].  HR. al-Hakim yang telah dishahihkan Syaikh al-Albani dalam kitab Al-Jami’



Sumber : http://thaybah.or.id/remaja/jagalah-masa-mudamu.html

Sabtu, 28 Mei 2011

Bahaya Bepergian Ke Negara Kafir


Penulis: Asy Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan
Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah memuliakan kita dengan Islam. Dan yang memerintahkan kita semua untuk komitmen dengan Islam hingga kita sampai ke Darussalam ( negeri keselamatan di akherat ). Dan saya bersaksi bahwasannya tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian dan Dialah Dzat yang maha mampu atas segala sesuatu. Dan saya juga bersaksi bahwasannya Muhammad adalah hamba-Nya dan Rosul-Nya. Beliau telah memperingatkan kita selaku ummatnya dari segala sesuatu yang mendatangkan madhorot (bahaya) terhadap agama kita atau yang mengancam kemuliaan agama kita, baik berupa ucapan ataupun perbuatan, agar dengan agama ini, kita menjadi mulia di dunia dan bahagia di akherat. Sholawat serta salam semoga Allah senantiasa limpahkan kepada Nabi yang mulia yang tidak meninggalkan satu kebaikan kecuali beliau telah menunjuki ummatnya pada kebaikan tersebut. Dan tidak ada kejelekan satupun kecuali beliau telah memperingatkan darinya sebagai bukti kasih sayang beliau dan sebagai bentuk nasehat beliau kepada ummat ini. Semoga Alloh membalasi untuk beliau dari Islam dan kaum muslimin berupa sebaik-baik balasan dari balasan para nabi. Amma ba’du :
Wahai segenap manusia bertaqwalah kalian kepada Allah dan jagalah agama kalian. Wahai kaum muslimin sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa pada masa-masa ini terdapat gelombang kekafiran, penyimpangan dan rendahnya akhlak dan jeleknya perilaku yang menimpa Negara-negara luar negeri yang kafir. Adanya kekafiran pada Negara-negara tersebut amatlah nyata dan kerusakan padanya telah merata. Berbagai macam minuman keras, zina dan adanya prinsip bebas serta berbuat sekehendaknya dan seluruh perkara yang haram, kesemuanya itu merupakan menu harian tanpa penghalang  dan pembatas. Apabila keadaannya demikian dan bahkan lebih dari sekadar itu maka safar ( bepergian ) ke negara-negara yang demikian adalah sangat berbahaya bagi agama.
Sementara perkara yang paling berharga bagi seorang muslim adalah agamanya, lantas kenapa ia meski menghadapkan dirinya kepada perkara yang sangat berbahaya. Sekiranya seseorang itu memiliki harta dan ia mendengar bahwa  hartanya itu terancam suatu bahaya yang bisa melenyapkan hartanya itu, maka kamu akan lihat orang itu akan berusaha dengan sangat berhati-hati untuk menjaga hartanya. Maka bagaimana bisa kalau ia melihat bahwa harta itu lebih besar di pandangan matanya sementara itu ia menganggap sepele dan remeh agamanya  ?! berkata sebagian salaf :  “ Apabila kamu berhadapan dengan ancaman bahaya maka dahulukan ( korbankan )  hartamu bukan dirimu. Jika masih saja ada ancaman bahaya tersebut maka dahulukan ( korbankan ) dirimu bukan agamamu. … ya, yang wajib saat itu adalah mengorbankan dirinya jangan agamanya. Untuk itulah disyariatkan jihad yang ada padanya bunuh membunuh, hal itu dalam rangka menjaga agama. Karena manusia apabila hilang agamanya maka hilanglah segala-galanya. Dan apabila ia peduli menjaga agamanya maka ia pasti diberi kebahagiaan dan kesuksesan didunia maupun akherat.
Wahai kaum muslimin. Sesungguhnya safar ke negeri kafir terkhusus dizaman ini yang penuh dengan berbagai macam fitnah adalah tidak boleh kecuali pada keadaan tertentu yang sampai pada tingkat terpaksa dengan tetap berupaya menjaga diri dan berhati-hati dan menjauhi tempat-tempat kerusakan. Sehingga sekiranya seorang muslim tinggal disana maka sekadar karena terpaksa dengan tetap ia menampakkan ( menjalankan) agamanya, tetap menjaga sholat pada waktunya dan tidak berbaur dengan masyarakat yang rusak serta pergaulan teman yang jelek.  Manakala seorang muslim berupaya menjaga kemuliaan agamanya maka hal itu akan menambah kemulian bagi dirinya dan ketinggian bahkan dihadapan orang-orang kafir sekalipun. Sesungguhnya seorang muslim dalam membawa agamanya yang agung ini adalah mencakup seluruh kandungan maknanya yang baik dan perilaku yang terpuji. Benar dalam aqidah, bersih dalam keinginan, lurus jalan yang ditempuh , jujur dalam muamalah, tinggi diatas semua agama yang lain, sempurna dalam akhlak . Seorang muslim adalah seorang yang membawa agama yang sempurna yang Allah telah pilihkan untuk penduduk bumi semuanya hingga tegaknya yaumul qiyamah. Seorang muslim adalah orang yang menjadi contoh yang benar untuk kesempurnaan manusiawi. Sesungguhnya agama selain Islam adalah kerendahan dan mengembalikan manusia kepada kedudukan yang rendah dan celaka. Maka wajib bagi setiap muslim apabila terpaksa safar ke negeri-negeri kafir untuk membawa agama ini dengan sepenuh kenampuan, dan menampakkannya dengan berani dihadapan musuh-musuhnya yang mereka tidak mengerti hakekat agama ini, dengan tampilan yang sesuai sehingga iapun menjadi contoh yang baik bagi yang lainnya.
Sesungguhnya mayoritas orang yang pergi ke negeri-negeri tersebut (sangat disayangkan) justru menjadikan kesan yang jelek terhadap Islam dengan serbab perbuatan mereka dan polah tingkah mereka. Mereka menjadikan jelek dihadapan orang-orang yang tidak mengerti hakekat islam. Dan mereka menghalangi orang yang ingin mengerti dan mau masuk islam ketika melihat polah tingkah mereka yang membikin orang lari dari islam karena menyangka bahwa berarti islam identik dengan mereka ini.
Wahai kaum muslimin sesungguhnya pada negeri-negeri kafir terdapat fenomena peradaban yang palsu dan  mendorong dan menyeru pada fitnah yang menipu orang-orang yang lemah iman hingga hatinya pun terdecak kagum dan menganggap besar negara-negara kafir tersebut beserta penduduknya,  dan pandangannyapun  menilai rendah negara-negara islam dan kaum muslimin. Karena mereka melihat sebatas penampilan luar dari fenomena yang ada, tidak lagi melihat hakekat permasalahan. Maka negara-negara kafir itu walaupun sekiranya memakai sebuah penampilan gemerlap yang berkilau yang menipu namun penduduknya adalah orang-orang yang kehilangan sesuatu yang paling mulia yaitu agama yang benar, yang dengannya akan tenang dan tentram hati mereka, bersih jiwa mereka, terjaga kehormatan dan darah mereka dan terlindungi harta mereka. Sungguh mereka telah kehilangan itu semua maka apa gunanya fenomena kemajuan peradaban yang imitasi tersebut? aqidah mereka salah dan keliru, kehormatan mereka menjadi hina keluarga-keluarga mereka berantakan lantas apa guna penampilan bangunan yang mentereng seiring dengan rusaknya jati diri mereka selaku manusia ?
Wahai kaum muslimin : sesungguhnya musuh-musuh kalian membikin rencana-rencana untuk merampas harta-harta kalian dan merusak agama kalian dan untuk bisa mengatur kalian.  Allah Ta’ala berfirman :
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ
“ Sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. ( Al Baqarah : 109 )
مَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلَا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ
“ Orang-orang kafir dari ahli kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. ( Al Baqarah : 105 ) (foot note : 2)
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup”. ( Al Baqarah : 217.)
وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). ( An Nisa’ : 89 )
Sesungguhnya apabila kalian bepergian kepada mereka di negara-negara mereka maka mereka semakin memiliki peluang untuk menyimpangkan kalian dan menceburkan kalian dengan berbagai cara dan perantara hingga mereka mampu mencabut agama dari diri kalian atau setidaknya melemahkan agama pada diri kalian. Sungguh mereka menyebarkan promosi seruan kepada para pemuda muslimin di berbagai mas media koran dan majalah berupa pemgumuman tentang kemudahan mengadakan tour perjalanan wisata kenegara-negara mereka. Dan mereka menyiapkan bagi para pengunjung dari kaum muslimin berbagai sajian yang menipu mereka…. Yang tujuan mereka adalah merusak para pemuda dan menenggelamkan mereka dalam lautan syahwat selayaknya hewan sehingga nantinya  mereka kembali kenegeri muslim dengan membawa oleh-oleh kerusakan dan kehancuran maka orang-orang kafirpun semakin memiliki kesempatan menguasai kaum muslimin melalui tangan-tangan anak-anak muslimin sendiri. ( Na’udzubillah min dzalik)
Wahai segenap kaum muslimin, sungguh termasuk perkara yang sangat menyedihkan  dimana bepergian ke Negara-negara kafir telah menjadi kebanggaan sebagian kaum muslimin yang tertipu. Maka seorang diantara mereka bangga bahwa ia akan dikirim ke amerika atau anaknya akan belajar ke amerika atau ke london atau perancis. Ia bangga hal tersebut, tanpa berfikir akibat dibelakangnya. Dan tanpa memperhatikan berbagai bahaya yang mengancamnya yang akan mengoyak agamanya. … sebagian kaum muslimin bepergian bersama keluarganya untuk tinggal disana selama musim panas atau untuk rekreasi. Tanpa memandang lagi kepada hukum syareat tentang hukum bepergian tersebut apakah boleh ataukah tidak ? kemudian apabila mereka telah pergi kesana lantas meleburlah kepribadian mereka dengan orang-orang kafir. Seperti memakai pakaiannya mereka …. kalau sedemikian itu terjadi, sehingga menyebabkan adanya perubahan gaya penampilan luar lalu (apakah merasa aman ) dengan adanya perubahan bathinnya. Sungguh seorang muslim dituntut untuk senantiasa bertaqwa kepada Allah dimana saja berada dan untuk berpegang teguh serta komitmen dengan agamanya dan tidak takut akan celaan orang yang suka mencela dikala ia berjalan diatas jalan agama Allah. Kenapa mesti merasa rendah dengan agamanya ? sementara Islam adalah agama yang penuh kemuliaan dan ketinggian didunia dan akherat.
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ
” Padahal kemuliaan itu hanyalah milik Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” ( QS. Al Munafiqun : 8 )
Sesungguhnya perilaku orang-orang kafir itu serta sikap mengikuti mereka adalah kehinaan, kerendahan dan kekurangan. Lantas kenapa seorang muslim mencari pengganti dan menukar suatu yang telah baik dengan sesuatu yang rendah dan jelek. Bagaimana bisa dia berganti posisi dari kemuliaan kepada kehinaan.. .. Termasuk perkara yang mengherankan adalah bahwa orang-orang kafir itu apabila datang ke negara-negara muslim mereka tidak merubah penampilan mereka dan tidak mengganti keadaan mereka, tetap sebagaimana sebelumnya. Sementara kita ( orang islam ) sebaliknya apabila kita pergi kepada mereka maka mayoritas kita berubah dari kebiasaan sebelumnya kepada kebiasaan orang kafir dalam hal berpakaian dan yang lainnya, sebagian orang beralasan bahwa kalau dia tidak demikian dia takutkan dirinya atau hartanya untuk diganggu. Ini merupakan alasan yang tidak bisa diterima. Karena kita lihat orang-orang yang tetap pada penampilan pakaian mereka semula dan menjaga kemulian agamanya merekapun tetap kembali dalam keadaan mereka penuh kemuliaan mereka tidak mendapat gangguan apapun. ( barang siapa yang bertaqwa kepada Allah maka Allah jadikan baginya solusi jalan keluar baginya). Kalau sekiranya diterima alasan tersebut yang ternyata adalah alasan dari sebagian orang tidak diperhitungkan, maka tentu tidak bisa diterima kalau dari orang yang mereka memiliki kedudukan sebagai penanggung jawab dan orang yang keberadaannya sebagai orang yang dihormati oleh negara-negara, kalau seiring dengan itu mereka tetap merubah penampilan pakaian mereka …. Sungguh itu adalah sikap taqlid buta dan sikap tidak mau peduli. Laahaula walaa quwwata illaa billahil ‘aliyyil ‘adzim.
Wahai segenap kaum muslimin : sesungguhnya bahaya bepergian ke negara-negara kafir sangat besar dan kerusakannya adalah amat banyak. Siapa yang bepergian ke negara-negara tersebut tanpa karena keadaan terpaksa hanya sekedar keinginan nafsu, sementara kecondongannya nafsu itu mengajak kepada yang jelek dan mengikuti orang yang tidak pantas untuk diikuti, maka dengan hal itu ia pantas untuk dihukum dan ditimpa musibah pada agamanya. Ada sebahagian orang mengirim anak-anaknya yang masih muda atau sebagian mereka membolehkan untuk mengirim mereka ke negara-negara kafir untuk belajar bahasa atau yang lainnya disana tanpa berfikir akibatnya dan tidak mempertimbangkan dampaknya, tanpa ada rasa takut kepada Alloh yang memberinya tanggung jawab terhadap anak-anaknya tersebut. Apabila anak-anak muda itu tetap berada dalam keadaan rawan dan bahaya disaat mereka masih tinggal di negeri-negeri kita sendiri yaitu ditengah-tengah kaum muslimin, lalu bagaimana lagi kalau mereka dikirim ke negara-negara kafir dan mereka hidup di sarang-sarang kerusakan dan komunitas kekafiran ? sungguh para pemuda dari anak-anak kita yang dikirim yang terbenam ditengah-tengah komunitas kafir untuk hidup tinggal lama bersama mereka disana, maka bisa dibayangkan bagaimana keadaan pemuda asing ditengah-tengah orang kafir ? apa yang akan tinggal dan tersisa pada dirinya dari agama dan akhlaknya ? maka bertaqwalah kalian kepada Allah tentang tanggung jawab terhadap anak-anak kalian janganlah engkau menghancurkan mereka dengan alasan mereka nanti akan belajar disana, padahal sungguh belajar itu bisa dilakukan disini dinegeri sendiri. Maka seperti bahasa bisa dipelajari disini tanpa harus berhadapan dengan bahaya.
Sementara pada bidang tertentu yang khusus maka tidak dikirim kesana kecuali orang-orang yang telah berumur dan orang yang kokoh aqidah mereka dan kuat akal mereka dengan disertai pantaun yang ketat terhadap mereka. Maka agama ini adalah perkara yang lebih pokok dari seluruh harta. maka adakah sesuatu yang tersisa setelah hilangnya agama. Bertaqwalah kepada Allah wahai segenap muslimin dan bersyukurlah atas pemberian Allah kepada kalian berupa nikmat yang paling besar yaitu nikmat Islam maka janganlah kalian menghadapkan pada sesuatu yang bisa menjadi sebab hilangnya nikmat ini. Jagalah agama kalian sehingga menjadikan terjaganya segala urusan kalian “ dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah maha mengetahui terhadap apa yang kalian amalkan”
Saya berlindung kepada Allah dari syaithon yang terkutuk.
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
“ Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim, yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (QS. Hud : 113)
( Diterjemahkan oleh Al-Ustadz Muhammad Rifai dari kumpulan khutbah Asy Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan (Al Huthob Al Mimbariyyah 2/156)
—————————————————————————————————————————————-
1)  Allah Ta’ala  berfirman tentang kehidupan orang-orang kafir :
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ
“ dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka.” ( QS. Muhammad : 12 )
Dan janganlah kita tertipu dengan segala polah tingkah mereka dinegeri mereka, Allah berfirman :
لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلَادِ .مَتَاعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۚ وَبِئْسَ الْمِهَادُ
Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. ( yakni kelancaran atau kemajuan peradaban dan perdagangan serta dunia mereka ) Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah seburuk-buruknya tempat. ( Ali Imran :196 – 197).
2) Allah Ta’ala  berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. ( Ali Imran :118)
Sumber: http://darussalaf.or.id

Sumber : http://abufadhilblora.wordpress.com/

Jumat, 27 Mei 2011

Syaikh Osama bin Laden Rahimahullah di Mata Ulama Ahlus Sunnah


Berikut ini kami hadirkan pandangan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah, & Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah) terhadap Syaikh Usamah bin Laden rahimahullah (pimpinan jaringan Al-Qaeda). Semoga bermanfaat.
Perkataan Syaikh Bin Baz tentang Usamah bin Laden
Benarlah ucapan Syaikh Ibnu Baz rahimahullah tentang dia:
“Usamah bin Laden termasuk orang-orang (mufsidin) yang membuat kerusakan di muka bumi. Dia memilih jalan-jalan kejelekan yang merusak dan tidak mau taat kepada ulil amri (pemerintah dan ulama).” (Surat Kabar Al-Muslimun 9-05-1417 H)
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah telah memperingatkan dari Usamah bin Laden dalam banyak kesempatan, di antaranya:
“Adapun yang sekarang dilakukan Muhammad Al-Mis’ari, Sa’ad Al-Faqih dan yang semisalnya dari para penyebar dakwah-dakwah perusak yang sesat, maka ini tidak diragukan lagi merupakan kejelekan yang besar. Mereka ini menyeru kepada kejelekan yang besar dan kerusakan yang besar. Wajib berhati-hati dari selebaran mereka, wajib memusnahkannya dan tidak bekerja sama bersama mereka dalam perkara apapun yang mengajak kepada kerusakan, kejelekan, kebathilan dan fitnah. Karena Allah memerintahkan untuk ta’awwun (bekerja sama) dalam kebaikan dan melarang dalam kerusakan, kejelekan, penyebaran kedustaan dan penyebaran seruan-seruan bathil yang menyebabkan perpecahan, terganggunya stabilitas keamanan, serta yang lainnya.
Selebaran-selebaran yang berasal dari Sa’ad Al-Faqih atau dari Al-Mis’ari atau para penyeru kebathilan, kejelekan dan perpecahan lainnya, wajib untuk diberangus dan dimusnahkan dan tidak diperhatikan. Wajib menasehati mereka dan membimbing mereka kepada kebenaran. Wajib memperingatkan mereka dari kebathilan ini. Tidak boleh seseorang untuk bekerja sama dengan mereka dalam kejelekan ini. Wajib mereka dinasehati dan kembali kepada petunjuk dan meninggalkan kebathilan ini.
Nasehatku untuk Al-Mis’ari, Al-Faqih dan Usamah bin Laden serta semua orang yang menempuh jalan mereka untuk meninggalkan jalan yang berbahaya ini. Dan hendaknya mereka takut kepada Allah dan berhati-hati dari siksa dan kemurkaan-Nya. Hendaklah mereka kembali kepada petunjuk dan bertaubat kepada Allah atas perbuatan-perbuatan mereka yang dulu. Dan Allah telah menjanjikan para hamba-Nya yang bertaubat akan menerima taubat mereka dan akan berbuat baik kepada mereka…” (Majmu Al-Fatawa Karya Syaikh Bin Baz 9/100)
Ucapan Syaikh Muqbil tentang Usamah bin Laden
Sedangkan Ulama Negeri Yaman Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah berkata: “Aku berlepas diri kepada Allah dari Usamah bin Laden. Dia itu celaka dan musibah bagi ummat Islam. Perbuatan-perbuatannya sangat jelek.” (Surat Kabar Ar-Ra’yi Al-‘Am Al-Kuwaitiyyah tertanggal 19-12-1998 vol 11503.)
Syaikh Mukbil rahimahullah juga berkata:
“Dan termasuk contoh fitnah ini adalah fitnah yang hampir menimpa Negara Yaman dari arah Usamah bin Laden, ketika dikatakan kepadanya: ‘Kami ingin jumlah 20.000 real Saudi. Kami ingin membangun sebuah masjid di wilayah …..’ Kemudian dia menjawab: ‘Kami tidak punya kemampuan. Kami akan memberi -Insya Allah- sesuai dengan kemampuan kami.’ Tetapi jika dikatakan kepadanya: ‘Kami ingin cannon, senjata api dan lainnya.’ Dia akan menjawab: ‘Ambil 100.000 real ini atau lebih. Insya Allah akan datang lagi’.” (Tuhfatul Mujib hal 283 karya Syaikh Mukbil)
Perhatikan orang yang menyimpang ini. Bagaimana dia menimbulkan fitnah dengan sebutan jihad. Memang benar dia seorang pengaku jihad dan salah satu tokoh kesesatan dan pengrusakan.
Dia juga memprovokasi orang-orang untuk melakukan teror pengeboman di negeri-negeri kaum muslimin dan menyebut mereka sebagai orang yang mati syahid. Allah lah tempat meminta pertolongan dari orang seperti ini dan perbuatannya.
Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali tentang Usamah bin Laden
Beliau berkata:
“Termasuk tabiat manusia, khususnya para wartawan, sangat perhatian dengan berbagai peristiwa, banyaknya pembicaraan tentangnya, dan fenomena-fenomenanya. Dan sedikit di antara mereka yang memperhatikan faktor dan rahasia-rahasianya.
Banyak pembicaraan di media masa audio dan video, koran-koran, dan internet tentang kejadian Afganistan, Iraq dan peristiwa-peristiwa pengeboman di negeri-negeri kaum muslimin dan lainnya.
Banyak orang mengaitkan perbuatan ini dengan Jaringan Al-Qaedah yang dipimpin oleh Usamah bin Laden dan pengikutnya semata.
Dimana Usamah bin Laden telah menjadikan orang-orang bodoh dari mereka sebagai para pahlawan Islam mujahid, meskipun mereka adalah orang yang paling cepat larinya dari peperangan. Kebanyakan mereka bersembunyi di gua (dan tempat lainnya, admin), atau hidup di negeri kafir untuk mengatur siasat terhadap kaum muslimin dan berusaha untuk menumpahkan darah mereka.
Meskipun usaha mereka tidaklah mewujudkan kecuali merendahkan kaum muslimin dan meruntuhkan negara-negara mereka, dan tidak menciptakan kecuali kesempatan untuk musuh-musuh Islam dan mempermudah mereka menguasai kaum muslimin.
Kami tidak mengetahui apa analogi kepahlawanan menurut orang-orang ini. Apakah usaha untuk menyerahkan para pemuda Islam kepada musuh, dan mengorbankan mereka seperti ayam dan menjadikan mereka sebagai mangsa dan tawanan seperti burung dara.
Padahal para pemuda yang diprovokasi itu tidak bisa membela diri mereka, terlebih lagi menguasai sarana-prasarana untuk mengalahkan musuh. Betapa besar semangat musuh Islam atas perang yang gagal ini.
Kelompok yang aneh ini memprovokasi para pemuda untuk menyeret kaum muslimin kepada peristiwa-peristiwa berdarah seperti pengeboman dan pengrusakan …
Kaum muslimin tidak sempat bersikap kecuali terkejut dengan banyaknya pembicaraan antara pihak yang pro dan kontra. Sampai batas ini saja berakhir pandangan mereka. Dan sangat sedikit orang yang menunjukkan asal musibah ini.
Kenyataan yang pahit bahwa perbuatan Usamah bin Laden dan orang-orang yang mengikutinya, tidak lain adalah buah dari sebuah pemikiran dan prinsip yang dibawa oleh tulisan-tulisan yang disebarkan di semua media masa, percetakan, dan distribusi dalam berbagai bahasa. Pemikiran ini telah mengisi perpustakaan-perpustakaan. Isinya telah menyusup ke sekolah-sekolah dan universitas-universitas. Pemikiran itu telah mengisi benak banyak pemuda, bahkan sampai ke pedalaman dan hutan belantara. Ketahuilah penyebab itu asalnya adalah kitab-kitab dan prinsip Sayyid Qutb.
Namun banjir pemikiran Sayyid Qutb yang deras ini, malah mendapati pujian dan promosi dari berbagai media masa, para pengajar dan pendidik. Barangsiapa yang berusaha menghentikannya, dia akan dimusuhi …
Kitab-kitab Sayyid Qutb itu merupakan sumber fitnah, terorisme, pengrusakan di negeri-negeri Islam dan lainnya, karena mengandung berbagai macam pengrusakan asas, aqidah (keyakinan) dan prinsip Islam.” (Yanbu’ Al-Fitan Wa Al-Ahdats dengan penyesuaian).
Disalin dari http://www.udrus-assunnah.co.cc/
Dipublikasikan ulang oleh www.Salafiyunpad.wordpress.com

Sumber: http://salafiyunpad.wordpress.com 

Minggu, 22 Mei 2011

Kuliah Sambil "Ngaji"



sand-clockSegala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.


Kegiatan kuliah terasa amat menyibukkan. Sibuk dengan berbagai tugas, harus buat presentasi, menyusun laporan praktikum dan lebih sibuk lagi jika sudah menginjak semester-semester akhir. Apakah mungkin kesibukan ini bisa dibarengi dengan menuntut ilmu agama? Jawabannya, mungkin sekali. Segala kemudahan itu datang dari Allah. Maka bisa saja seorang engineer menjadi pakar fiqih. Bisa jadi pula seorang ekonom menjadi pakar hadits. Atau seorang ahli biologi menjadi hafizh Al Qur’an. Semua itu bisa terwujud karena anugerah dan kemudahan dari Allah.

Realitas, Lebih Banyak Menyia-nyiakan Waktu
Mahasiswa sebenarnya punya banyak waktu senggang. Cuma sebagian mahasiswa saja yang benar-benar menyia-nyiakan waktunya. Tidak setiap saat ia mesti mendapatkan tugas. Tidak setiap hari mesti kerjakan laporan praktikum. Mahasiswa yang tidak pintar membagi waktu saja yang selalu “sok sibuk”.
Sebagian mahasiswa masih bisa menyisihkan waktu untuk renang dengan shohib dekatnya. Ia masih sempat juga untuk fitness meskipun di kala laporan praktikum menumpuk. Ia juga masih sempat berpetualang menjelajah berbagai gunung meskipun minggu depan ada ujian mid. Ia masih bisa begadang semalam suntuk untuk menanti pertandingan Liga Champions meskipun katanya ada banyak tugas yang mesti diselesaikan. Sebagiannya pula bisa menyisihkan waktu untuk update status setiap jam di FB (Facebook), twitter dan semacamnya. Mau tidur, mau makan, mau renang, bahkan mau ke WC sekali pun bisa ada statusnya di jejaring sosial tadi. Namun soal ngaji (istilah untuk mendalami ilmu agama) bisa menjadi nomor sekian baginya. Padahal aneh kan, hal-hal tadi bisa ia lakukan. Sedangkan berkaitan dengan urusan akhiratnya di mana ia wajib mempelajari Islam karena ibadah-ibadah tertentu akan ia lewati setiap harinya. Setiap muslim tentu mesti mengetahui bagaimanakah ia harus berwudhu yang benar sehingga shalatnya pun bisa sah. Ia pun  harus tahu apa saja yang termasuk pembatal-pembatal shalat, sehingga shalatnya tidak jadi sia-sia. Ia pun harus tahu bagaimana mandi wajib.
Lihatlah mereka bisa menyisihkan waktu untuk hal-hal dunia yang kadang sia-sia. Namun untuk hal yang menyangkut akhirat mereka, di mana tentu ini lebih urgent, mereka tidak bisa membagi waktu dengan baik. Benarlah firman Allah Ta’ala,
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. Ar Ruum: 7).
Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi hafizhohullah menjelaskan, “Mereka mengetahui kehidupan dunia secara lahiriah saja seperti mengetahui bagaimana cara mengais rizki dari pertanian, perindustrian dan perdagangan. Di saat itu, mereka benar-benar lalai dari akhirat. Mereka sungguh lalai terhadap hal yang wajib mereka tunaikan dan harus mereka hindari, di mana penunaian ini akan mengantarkan mereka selamat dari siksa neraka dan akan menetapi surga Ar Rahman.” (Aysarut Tafasir, 4/124-125)

Beberapa Sampel
Beberapa orang bisa membuktikan bahwa mereka di samping kuliah di pagi hari, sore harinya masih bisa “ngaji” (menuntut ilmu agama). Bahkan ada di antara mahasiswa yang bisa menjadi hafizh Al Quran dengan sempurna di masa kuliahnya. Ada pula yang bisa menguasai ilmu aqidah dengan baik padahal ia seorang dokter. Setelah kuliah pun ia bisa menyusun beberapa buku berkaitan dengan masalah aqidah dari hasil ia belajar di saat-saat kuliah dulu (paginya kuliah, sorenya ia duduk di majelis ilmu). Ada pula yang amat pakar dalam bahasa Arab dan menjadi seorang ustadz yang mumpuni dalam hal aqidah serta ilmu lainnya, padahal ia adalah sarjana biologi. Yang lainnya lagi adalah seorang dosen (lulus S3), namun tidak diragukan ia sangat mumpuni dalam ilmu hadits hasil dari belajar dulu  bersama beberapa ustadz di saat-saat ia kuliah. Bahkan di Arab Saudi sendiri ada seorang ulama yang dulunya adalah seorang yang belajar ilmu Teknik Kimia. Dan saat ini, beliau menjadi imam dan ulama yang jadi rujukan. Ia pun memiliki situs yang berisi berbagai fatwa yang sering dikunjungi dari berbagai negara. Ada lagi ulama yang dahulunya belajar ilmu teknik mesin. Saat lulus ia mendalami ilmu hadits dan menjadi hafizh al quran. Karya-karya beliau dalam tulisan pun amat banyak. Dua ulama yang kami sebutkan di sini adalah Syaikh Sholeh Al Munajjid dan Syaikh Musthofa Al Adawi hafizhohumallah.
Itu sekedar beberapa contoh riil yang kami ketahui. Kami yakin masih banyak contoh-contoh lainnya yang mungkin para pembaca sendiri mengetahuinya. Ini pertanda bahwa orang yang belajar ilmu umum (ilmu teknik, ekonomi, IT, dll) sebenarnya tidak terhalang untuk belajar agama bahkan bisa menjadi ulama atau pun ustadz karena kerajinannya di luar jam kuliah untuk mengkaji Islam. Itulah karunia Allah untuk mereka-mereka tadi.

Mulai Belajar Islam
Kalau sudah tahu demikian, Anda selaku mahasiswa seharusnya tidak usah ragu lagi untuk menaruh perhatian pada ilmu diin (ilmu agama). Cobalah mulai dengan mempelajari Islam mulai dari dasar. Terutama pelajarilah hal-hal yang wajib yang jika Anda tidak mengetahuinya maka bisa terjerumus dalam dosa atau bisa meninggalkan kewajiban. Inilah ilmu yang wajib dipelajari.
Selaku mahasiswa wajib punya ilmu aqidah dan tauhid yang benar sesuai dengan pemahaman generasi terbaik Islam (salafush sholeh). Cobalah mempelajari beberapa tulisan karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab seperti Qowa’idul Arba’ (empat kaedah memahami syirik), Tsalatsatul Ushul (tiga landasan dalam mengenal Allah, Islam dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), dan Kitab Tauhid (pelajaran tauhid dan syirik secara lebih detail). Kitab-kitab aqidah pun ada yang mudah dipelajari seperti Al ‘Aqidah Al Wasithiyah karya Ibnu Taimiyah dan Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah karya Abu Ja’far Ath Thohawiy.
Anda pun wajib mempelajari fiqih secara bertahap terutama pelajaran bagaimana cara wudhu yang benar, bagaimana cara mandi wajib, dan bagaimana shalat yang benar serta berbagai hal yang berkaitan dengan hal-hal tadi. Amat mudah jika Anda menguasai dari fiqh madzhab sebagaimana anjuran para ulama. Karena di negeri ini menganut madzhab Syafi’i, Anda bisa belajar dari berbagai kitab fiqh Syafi’iyah. Pelajari dari matan-matan yang ringkas seperti kitab Al Ghoyah wat Taqrib karya Abu Syuja’ dan Minhajuth Tholibin karya Imam An Nawawi. Inilah kitab dasar yang bisa Anda kuasai. Setelah itu bisa melanjutkan dengan kitab fiqih yang lebih advance dengan mendalami dalil-dalil lebih jauh. Baru setelah itu bisa menelaah berbagai pendapat ulama dan perselisihan mereka dalam hal fiqih sehingga akhirnya kita tidak fanatik pada satu madzhab atau satu imam. Anda pun bisa menguasai fiqih melalui berbagai buku hadits seperti dari kitab ‘Umdatul Ahkam karya ‘Abdul Ghoni Al Maqdisi dan kitab Bulughul Marom karya Ibnu Hajar Al Asqolani. Untuk memahami kitab-kitab fiqih ini, Anda bisa memiliki berbagai kitab syarh (penjelasan) dari masing-masing kitab.
Buku-buku yang kami sebutkan di atas sudah cukup mudah ditemukan saat ini di berbagai toko buku Islam bahkan sudah banyak yang diterjemahkan. Sehingga tidak ada alasan bagi yang belum menguasai bahasa Arab untuk terus belajar. Namun jika Anda sambil menguasai bahasa Arab terutama menguasai grammar-nya dalam ilmu Nahwu dan Sharaf itu lebih baik. Karena menguasai bahasa tersebut bisa membuat Anda meneliti lebih jauh kitab-kitab ulama secara lebih mandiri.
Selain mempelajari hal-hal di atas, tambahkan pula dengan mempelajari berbagai kitab akhlaq dan tazkiyatun nufus (manajemen hati). Juga janganlah sampai tinggalkan hafalan Al Qur’an. Karena orang yang menghafal Al Qur’an sungguh memiliki banyak keutamaan dan faedah di tengah-tengah umat. Lebih-lebih di akhirat hafalan Al Qur’an ini membuat dia lebih ditinggikan derajat di surga. Lalu para ulama pun menganjurkan untuk menghafal berbagai matan atau berbagai kitab ringkas seperti menghafalkan kitab kecil yang berisi 42 hadits yaitu Al Arba’in An Nawawiyah. Menghafal seperti ini memudahkan kita menguasai ilmu Islam dengan lebih mudah.

Sabar dalam Belajar
Kalau dilihat, terasa begitu banyak yang harus dipelajari. Sebenarnya tidak juga karena mempelajari berbagai buku di atas itu bertingkat-tingkat. Ada yang lebih dasar, baru setelah itu beranjak pada yang lebih lanjut. Jadi belajar yang baik adalah secara bertahap. Sehingga di sini butuh kesabaran dalam belajar dan belajar butuh waktu yang lama. Yang terbaik pula adalah belajar di majelis ilmu lewat guru. Lihatlah sya’ir Imam Asy Syafi’i,
أَخِي لَنْ تَنَالَ الْعِلْمَ إلَّا بِسِتَّةٍ سَأُنْبِيكَ عَنْ تَفْصِيلِهَا بِبَيَانِ
ذَكَاءٌ وَحِرْصٌ وَاجْتِهَادٌ وَبُلْغَةٌ وَصُحْبَةُ أُسْتَاذٍ وَطُولُ زَمَانٍ
Saudaraku … ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan enam perkara yang akan saya beritahukan perinciannya : (1) kecerdasan, (2) semangat, (3) sungguh-sungguh, (4) berkecukupan, (5) bersahabat (belajar) dengan ustadz, (6) membutuhkan waktu yang lama.

Pintar Bagi Waktu
Modal yang penting “nyambi” belajar Islam adalah pintar membagi waktu. Cobalah membagi waktu mulai dari Shubuh hari sudah bisa menghafal Al Qur’an. Butuh satu jam untuk menyisihkan waktu kala itu. Setelah itu sediakan waktu untuk persiapan kuliah di pagi hari. Pukul 7 atau 8 sudah bisa berangkat ke kampus. Di waktu-waktu shalat atau waktu senggang saat di kampus bisa digunakan untuk muroja’ah Al Qur’an atau mengerjakan tugas-tugas kampus sehingga tidak menumpuk keesokan harinya. Pulang kampus di siang atau sore hari bisa istirahat sejenak untuk menghilangkan rasa capek. Di sore hari sehabis ‘Ashar bisa digunakan untuk mengikuti berbagai majelis ilmu sampai dengan waktu ‘Isya. Di waktu malam bisa digunakan untuk mengerjakan tugas kuliah. Sebelum tidur bisa digunakan menghafal berbagai matan, mengulang hafalan Al Qur’an atau mengulang pelajaran yang ikuti di kajian.
Jadi cuma kepintaran saja membagi waktu, niscaya kita bisa kuliah sambil “ngaji”. Dan jangan lupakan minta pertolongan Allah agar dimudahkan mempelajari agama di samping kuliah. Doa ini amat menolong. Jika kita memohon kemudahan pada Allah, pasti segala urusan tadi akan begitu mudah. Berbeda halnya jika kita bergantung pada diri sendiri yang begitu lemah.
Semoga Allah mudahkan kita selaku mahasiswa untuk dapat meraih keduanya, bahkan bisa menjadi pakar pula dalam ilmu agama dan bisa turut membantu dakwah agar tersebar seantero negeri kita ini.
Wallahu waliyyut taufiq.

Panggang-Gunung Kidul, 24 Jumadal Ula 1432 H (27/04/2011)
www.rumaysho.com


source :  www.rumaysho.com

Senin, 02 Mei 2011

Lalai untuk Belajar Islam


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Tuntunan zaman dan semakin canggihnya teknologi menuntut generasi muda untuk bisa melek akan hal itu. Sehingga orang tua pun berlomba-lomba bagaimana bisa menjadikan anaknya pintar komputer dan lancar bercuap-cuap ngomong English. Namun sayangnya karena porsi yang berlebih terhadap ilmu dunia sampai-sampai karena mesti anak belajar di tempat les sore hari, kegiatan belajar Al Qur’an pun dilalaikan. Lihatlah tidak sedikit dari generasi muda saat ini yang tidak bisa baca Qur’an, bahkan ada yang sampai buku Iqro’ pun tidak tahu.
Merenungkan Ayat
Ayat ini yang patut menjadi renungan yaitu firman Allah Ta’ala,
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. Ar Ruum: 7)
Ath Thobari rahimahullah menyebutkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Abbas yang menerangkan mengenai maksud ayat di atas. Yang dimaksud dalam ayat itu adalah orang-orang kafir. Mereka benar-benar mengetahui berbagai seluk beluk dunia. Namun terhadap urusan agama, mereka benar-benar jahil (bodoh). (Tafsir Ath Thobari, 18/462)
Fakhruddin Ar Rozi rahimahullah menjelaskan maksud ayat di atas, “Ilmu mereka hanyalah terbatas pada dunia saja. Namun mereka tidak mengetahui dunia dengan sebenarnya. Mereka hanya mengetahui dunia secara lahiriyah saja yaitu mengetahui kesenangan dan permainannya yang ada. Mereka tidak mengetahui dunia secara batin, yaitu mereka tidak tahu bahaya dunia dan tidak tahu kalau dunia itu terlaknat. Mereka memang hanya mengetahui dunia secara lahir, namun tidak mengetahui kalau dunia itu akan fana.” (Mafatihul Ghoib, 12/206)
Penulis Al Jalalain rahimahumallah menafsirkan, “Mereka mengetahui yang zhohir (yang nampak saja dari kehidupan dunia), yaitu mereka mengetahui bagaimana mencari penghidupan mereka melalui perdagangan, pertanian,  pembangunan, bercocok tanam, dan selain itu. Sedangkan mereka terhadap akhirat benar-benar lalai.” (Tafsir Al Jalalain, hal. 416)
Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi hafizhohullah menjelaskan ayat di atas, “Mereka mengetahui kehidupan dunia secara lahiriah saja seperti mengetahui bagaimana cara mengais rizki dari pertanian, perindustrian dan perdagangan. Di saat itu, mereka benar-benar lalai dari akhirat. Mereka sungguh lalai terhadap hal yang wajib mereka tunaikan dan harus mereka hindari, di mana penunaian ini akan mengantarkan mereka selamat dari siksa neraka dan akan menetapi surga Ar Rahman.” (Aysarut Tafasir, 4/124-125)
Lalu Syaikh Abu Bakr Al Jazairi mengambil faedah dari ayat tersebut, “Kebanyakan manusia tidak mengetahui hal-hal yang akan membahagiakan mereka di akhirat. Mereka pun tidak mengetahui aqidah yang benar, syari’at yang membawa rahmat. Padahal Islam seseorang tidak akan sempurna dan tidak akan mencapai bahagia kecuali dengan mengetahui hal-hal tersebut. Kebanyakan manusia mengetahui dunia secara lahiriyah seperti mencari penghidupan dari bercocok tanam, industri dan perdagangan. Namun bagaimanakah pengetahuan mereka terhadap dunia yang batin atau tidak tampak, mereka tidak mengetahui. Sebagaimana pula mereka benar-benar lalai dari kehidupan akhirat. Mereka tidak membahas apa saja yang dapat membahagiakan dan mencelakakan mereka kelak di akhirat. Kita berlindung pada Allah dari kelalaian semacam ini yang membuat kita lupa akan negeri yang kekal abadi di mana di sana ditentukan siapakah yang bahagia dan akan sengsara.” (Aysarut Tafasir, 4/125)
Itulah gambaran dalam ayat yang awalnya menerangkan mengenai kondisi orang kafir. Namun keadaan semacam ini pun menjangkiti kaum muslimin. Mereka lebih memberi porsi besar pada ilmu dunia, sedangkan kewajiban menuntut ilmu agama menjadi yang terbelakang. Lihatlah kenyataan di sekitar kita, orang tua lebih senang anaknya pintar komputer daripada pandai membaca Iqro’ dan Al Qur’an. Sebagian anak ada yang tidak tahu wudhu dan shalat karena terlalu diberi porsi lebih pada ilmu dunia sehingga lalai akan agamanya. Sungguh keadaan yang menyedihkan.
Bahaya Jahil akan Ilmu Agama
Kalau seorang dokter salah memberi obat karena kebodohannya, maka tentu saja akan membawa bahaya bagi pasiennya. Begitu pula jika seseorang jahil atau tidak paham akan ilmu agama, tentu itu akan berdampak pada dirinya sendiri dan orang lain yang mencontoh dirinya.
Allah telah memerintahkan kepada kita untuk mengawali amalan dengan mengetahui ilmunya terlebih dahulu. Ingin melaksanakan shalat, harus dengan ilmu. Ingin puasa, harus dengan ilmu. Ingin terjun dalam dunia bisnis, harus tahu betul seluk beluk hukum dagang. Begitu pula jika ingin beraqidah yang benar harus dengan ilmu. Allah Ta’ala berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
“Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS. Muhammad: 19). Dalam ayat ini, Allah memulai dengan ‘ilmuilah’ lalu mengatakan ‘mohonlah ampun’. Ilmuilah yang dimaksudkan adalah perintah untuk berilmu terlebih dahulu, sedangkan ‘mohonlah ampun’ adalah amalan. Ini pertanda bahwa ilmu hendaklah lebih dahulu sebelum amal perbuatan.
Sufyan bin ‘Uyainah berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan keutamaan ilmu. Hal ini sebagaimana dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam Al Hilyah ketika menjelaskan biografi Sufyan dari jalur Ar Robi’ bin Nafi’ darinya, bahwa Sufyan membaca ayat ini, lalu mengatakan, “Tidakkah engkau mendengar bahwa Allah memulai ayat ini dengan mengatakan ‘ilmuilah’, kemudian Allah memerintahkan untuk beramal?” (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 1/108)
Al Muhallab rahimahullah mengatakan, “Amalan yang bermanfaat adalah amalan yang terlebih dahulu didahului dengan ilmu. Amalan yang di dalamnya tidak terdapat niat, ingin mengharap-harap ganjaran, dan merasa telah berbuat ikhlas, maka ini bukanlah amalan (karena tidak didahului dengan ilmu, pen). Sesungguhnya yang dilakukan hanyalah seperti amalannya orang gila yang pena diangkat dari dirinya.“ (Syarh Al Bukhari libni Baththol, 1/144)
Gara-gara tidak memiliki ilmu, jadinya seseorang akan membuat-buat ibadah tanpa tuntunan atau amalannya jadi tidak sah. Jika seseorang tidak paham shalat, lalu ia mengarang-ngarang tata cara ibadahnya, tentu ibadahnya jadi sia-sia. Begitu pula mengarang-ngarang bahwa di malam Jumat Kliwon dianjurkan baca surat Yasin, padahal nyatanya tidak ada dasar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka amalan tersebut juga sia-sia belaka. Begitu pula jika seseorang berdagang tanpa mau mempelajari fiqih berdagang terlebih dahulu. Ia pun mengutangkan kepada pembeli lalu utangan tersebut diminta diganti lebih (alias ada bunga). Karena kejahilan dirinya dan malas belajar agama, ia tidak tahu kalau telah terjerumus dalam transaksi riba. Maka berilmulah terlebih dahulu sebelum  beramal. Mu’adz bin Jabal berkata,
العِلْمُ إِمَامُ العَمَلِ وَالعَمَلُ تَابِعُهُ
Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15)
Beramal tanpa ilmu membawa akibat amalan tersebut jauh dari tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, akhirnya amalan itu jadi sia-sia dan tertolak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Kerusakanlah yang ujung-ujungnya terjadi bukan maslahat yang akan dihasilkan. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,
مَنْ عَبَدَ اللهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ
Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan.”  (Al Amru bil Ma’ruf, hal. 15)
Beri Porsi yang Adil
Bukan berarti kita tidak boleh mempelajari ilmu dunia. Dalam satu kondisi mempelajari ilmu dunia bisa menjadi wajib jika memang belum mencukupi orang yang capable dalam ilmu tersebut. Misalnya di suatu desa belum ada dokter padahal sangat urgent sehingga masyarakat bisa mudah berobat. Maka masih ada kewajiban bagi sebagian orang di desa tersebut untuk mempelajari ilmu kedokteran sehingga terpenuhilah kebutuhan masyarakat.
Namun yang perlu diperhatikan di sini bahwa sebagian orang tua hanya memperhatikan sisi dunia saja apalagi jika melihat anaknya memiliki kecerdasan dan kejeniusan. Orang tua lebih senang menyekolahkan anaknya sampai jenjang S2 dan S3, menjadi pakar polimer, dokter, dan bidan, namun sisi agama anaknya tidak ortu perhatikan. Mereka lebih pakar menghitung, namun bagaimanakah mengerti masalah ibadah yang akan mereka jalani sehari-hari, mereka tidak paham. Untuk mengerti bahwa menggantungkan jimat dalam rangka melariskan dagangan atau menghindarkan rumah dari bahaya, mereka tidak tahu kalau itu syirik. Inilah yang sangat disayangkan. Ada porsi wajib yang harus seorang anak tahu karena jika ia tidak mengetahuinya, ia bisa meninggalkan kewajiban atau melakukan yang haram. Inilah yang dinamakan dengan ilmu wajib yang harus dipelajari setiap muslim. Walaupun anak itu menjadi seorang dokter atau seorang insinyur, ia harus paham bagaimanakah mentauhidkan Allah, bagaimana tata cara wudhu, tata cara shalat yang mesti ia jalani dalam kehidupan sehari-hari. Tidak mesti setiap anak kelak menjadi ustadz. Jika memang anak itu cerdas dan tertarik mempelajari seluk beluk fiqih Islam, sangat baik  baik sekali jika ortu mengerahkan si anak ke sana. Karena mempelajari Islam juga butuh orang-orang yang ber-IQ tinggi dan cerdas sebagaimana keadaan ulama dahulu seperti Imam Asy Syafi’i sehingga tidak salah dalam mengeluarkan fatwa untuk umat. Namun jika memang si anak cenderung pada ilmu dunia, jangan sampai ia tidak diajarkan ilmu agama yang wajib ia pelajari.
Dengan paham agama inilah seseorang akan dianugerahi Allah kebaikan, terserah dia adalah dokter, engineer, pakar IT dan lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037)
Ingatlah pula bahwa yang diwarisi oleh para Nabi bukanlah harta, namun ilmu diin. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.” (HR Abu Dawud no. 3641 dan Tirmidzi no. 2682, Shahih)
Semoga tulisan ini semakin mendorong diri kita untuk tidak melalaikan ilmu agama. Begitu pula pada anak-anak kita, jangan lupa didikan ilmu agama yang wajib mereka pahami untuk bekal amalan keseharian  mereka. Wallahu waiyyut taufiq. (*)


Sumber :
Riyadh-KSA, 14 Rabi’uts Tsani 1432 H (19/03/2011)